Pekanbaru — Seputar Jagat News. Sidang kasus korupsi yang melibatkan mantan pejabat Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Sidang yang digelar pada Selasa (6/5/2025) memperlihatkan fakta baru terkait dugaan korupsi yang melibatkan Risnandar Mahiwa (mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru), Indra Pomi Nasution (mantan Sekretaris Kota Pekanbaru), dan Novin Karmila (mantan Pelaksana Tugas Kepala Bagian Umum Setdako Pekanbaru).
Dalam persidangan tersebut, terungkap adanya pencairan anggaran Tambahan Uang (TU) senilai Rp5 miliar, yang dilakukan meski tidak ada kebutuhan mendesak untuk itu. Fakta ini terungkap setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Siti Aisyah, Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Setdako Pekanbaru.
Siti Aisyah menyebutkan bahwa pencairan anggaran sebesar Rp5 miliar dilakukan untuk keperluan logistik, meskipun ia tidak menjelaskan secara rinci jenis logistik yang dimaksud. Hal ini memicu pertanyaan dari JPU yang mencurigai pencairan uang tersebut. JPU pun mempertanyakan apakah pencairan uang itu benar-benar untuk kebutuhan mendesak.
“TU untuk kebutuhan mendesak, apa itu? Logistik kantor? Tidak dijelaskan seperti apa? Kebutuhan mendesak makanan minum, ada presiden datang? Ini besar soalnya, Rp5 miliar?” tanya JPU.
Namun, Siti Aisyah tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait hal tersebut dan menjawab bahwa dirinya hanya menjalankan perintah dari atasan.
JPU kembali mendesak Siti Aisyah untuk menjelaskan apakah ia mendapatkan instruksi langsung dari Indra Pomi, yang pada waktu itu menjabat Sekko Pekanbaru. Siti Aisyah mengakui bahwa pencairan tersebut memang merupakan perintah dari atasan, namun ia menegaskan bahwa tidak ada ancaman atau konsekuensi apapun apabila ia menolak perintah tersebut.
“Menjalankan arahan pimpinan saja Pak,” ujar Siti Aisyah.
Hal ini mengindikasikan bahwa banyak keputusan dalam pencairan anggaran ini didorong oleh perintah atasan tanpa adanya pengawasan yang jelas mengenai apakah pencairan itu sah dan sesuai aturan.
Selain pembahasan mengenai pencairan anggaran, saksi Samto, Asisten III Bidang Administrasi Umum, juga memberi keterangan mengenai uang yang diterimanya dari Novin Karmila, yang disebut digunakan untuk mendukung LSM, wartawan, dan mahasiswa. Samto mengaku menerima uang sebesar Rp50 juta untuk keperluan tersebut, yang dikatakan berasal dari instruksi Indra Pomi.
“Uang itu sesuai arahan Indra Pomi digunakan untuk mem-backup LSM, ormas, wartawan, dan mahasiswa,” ujar Samto.
Namun, kuasa hukum Indra Pomi, Eva Nora, mempertanyakan keabsahan perintah tersebut, menanyakan apakah Samto pernah menerima instruksi langsung dari kliennya. Samto mengaku tidak pernah menerima instruksi langsung dari Indra Pomi terkait pengelolaan uang tersebut.
Dalam sidang ini juga hadir saksi Ingot Ahmad Hutasuhut (Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan) dan Masykur Tarmizi (Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra). Ingot mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah mengajukan permintaan dana TU atau Uang Pengganti (UP), dan tidak mengetahui adanya pemotongan anggaran sebelum terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Namun, Ingot mengakui menerima berbagai macam bingkisan dan dana dari Bagian Umum Setdako Pekanbaru, termasuk Rp12 juta serta karangan bunga senilai Rp1,8 juta, yang ia terima dari staf Kabag Umum. Meskipun demikian, ia mengaku tidak mempersoalkan sumber dana tersebut.
Saksi Masykur juga mengungkapkan bahwa ia pernah menerima bingkisan berupa makanan untuk Idulfitri, namun menegaskan bahwa ia tidak pernah mengajukan permintaan dana yang bersumber dari TU atau UP.
Setelah pemeriksaan keempat saksi selesai, Ketua Majelis Hakim Delta Tamtama beserta dua hakim anggota, Jonson Parancis dan Adrian HB Hutagalung, memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan. Sidang berikutnya akan kembali menghadirkan saksi-saksi dari pihak JPU KPK.
Dalam dakwaan, ketiga terdakwa—Risnandar, Indra Pomi, dan Novin Karmila—diyakini terlibat dalam pemotongan GU persediaan dan TU persediaan untuk kepentingan pribadi. Risnandar didakwa menerima Rp2,9 miliar, Indra Pomi Rp2,4 miliar, dan Novin Karmila Rp2 miliar.
Selain itu, mereka juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang dan barang mewah. Risnandar didakwa menerima gratifikasi senilai Rp906 juta dalam bentuk baju dan tas mewah selama periode Mei-November 2024, sementara Indra Pomi dan Novin Karmila masing-masing didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1,2 miliar dan Rp300 juta.
Sidang ini masih terus berlangsung dan diharapkan akan mengungkap lebih banyak bukti terkait dugaan korupsi dan gratifikasi yang melibatkan pejabat tinggi di Pemerintah Kota Pekanbaru. (Red)