Natalius Pigai Tegaskan: Didik Anak Nakal di Barak Militer Tak Langgar HAM, Justru Bisa Jadi Solusi Nasional

67da908ad7dac
4 / 100

JAKARTA – Seputar Jagat News. Kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat Deddy Mulyadi yang hendak mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan karakter, mendapat dukungan penuh dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai. Menurutnya, pendekatan tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip HAM, selama tujuannya adalah untuk pembinaan mental dan kedisiplinan, bukan hukuman fisik.

Berbicara di kantor Kementerian HAM di Jakarta pada Selasa (6/5/2025), Natalius menegaskan bahwa pendidikan berkonsep militer tersebut tidak tergolong sebagai corporal punishment, atau hukuman fisik yang menyimpang dari prinsip pendidikan.

“Kebijakan Gubernur Jawa Barat yang mau—bukan mengirim ya—mau mendidik anak-anak nakal di barak tentara, dalam perspektif HAM saya pertegaskan tidak melanggar HAM. Karena kalau itu tidak dilakukan dalam bentuk corporal punishment,” kata Natalius.

Ia menambahkan bahwa corporal punishment identik dengan tindakan fisik yang menyakitkan, seperti memukul, yang jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan modern. Namun, menurutnya, pendekatan Gubernur Deddy justru lebih fokus pada pembentukan karakter.

“Menurut saya, keyakinan saya, di Jawa Barat itu bukan corporal punishment. Tapi mereka mau dididik mental, karakter, dan disiplin, serta tanggung jawab,” ujarnya.

Lebih jauh, Natalius mengungkapkan niat untuk mendorong program serupa menjadi kebijakan nasional. Jika implementasi di Jawa Barat menunjukkan hasil positif, pihaknya akan mengusulkan kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah agar menyusun regulasi agar program ini bisa diterapkan secara luas.

“Kami meminta Menteri Dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia, kalau bagus,” lanjutnya.

Namun, tidak semua pihak sejalan dengan pandangan Natalius. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) justru meminta Gubernur Deddy untuk meninjau kembali rencana tersebut. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menilai bahwa pemberian edukasi kepada warga sipil bukanlah bagian dari kewenangan militer.

“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu,” ujar Atnike saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Ia menambahkan bahwa jika kunjungan ke barak TNI dilakukan dalam rangka pengenalan profesi atau karier, maka hal itu bisa diterima. Namun, pelatihan bergaya militer kepada siswa sipil tetap harus dievaluasi secara serius.

Sementara itu, kritik juga datang dari kalangan politik. Politikus PDI-P, Bonnie Triyana, menyatakan bahwa tidak semua persoalan sosial, termasuk kenakalan siswa, dapat diselesaikan dengan pendekatan militeristik.

“Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah,” katanya dalam pernyataan tertulis yang dikutip dari Kompas.com, Rabu (30/4/2025).

Bonnie mengingatkan bahwa membentuk karakter siswa bisa dilakukan dengan berbagai metode yang lebih mendalam dan berkelanjutan, bukan melalui pendekatan instan yang identik dengan pelatihan militer.

“Rencana tersebut masih perlu kajian matang. Ada banyak cara untuk membangun atau memperkuat karakter siswa tanpa harus menggunakan cara-cara militeristik,” tandasnya.

Program pendidikan bergaya militer ini pun kini berada di persimpangan: di satu sisi dianggap solusi untuk pembinaan disiplin generasi muda, namun di sisi lain menuai kekhawatiran soal batasan kewenangan dan pendekatan pedagogis. Publik pun menanti sejauh mana kebijakan ini akan diadopsi dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan.

(Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *