Cianjur – Seputar Jagat News. Kamis, 6 Februari 2025. Dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di PKBM Auladul Mustopa, Kabupaten Cianjur, kini menjadi sorotan publik. Investigasi tim media Seputarjagat News menemukan indikasi manipulasi jumlah peserta didik dan penyalahgunaan dana pendidikan yang berpotensi merugikan negara miliaran rupiah.

PKBM yang beralamat di Kampung Sukamanah, RT 002/RW 003, Desa Cibinong Hilir, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur ini memiliki NPSN 9984855 dengan SK pendirian nomor 422/SK/010/2019, tertanggal 12 Februari 2019. Kepala sekolah tercatat atas nama Mustopa, dengan operator pendataan Zahra Asyaidah. Namun, dalam sinkronisasi data Dapodik per 20 November 2024, muncul ketidakwajaran dalam jumlah peserta didik yang diinput.

Manipulasi Data Peserta Didik
Dalam data Dapodik semester 2024/2025, jumlah peserta didik yang diinput mencapai 714 siswa, terdiri dari 384 laki-laki dan 330 perempuan. Namun, tidak ada rincian jumlah siswa berdasarkan jenjang paket (Paket A, B, atau C), padahal Kementerian Pendidikan menetapkan besaran dana BOSP sebagai berikut:
- Paket A: Rp 1.300.000/siswa
- Paket B: Rp 1.500.000/siswa
- Paket C: Rp 1.800.000/siswa
Dengan jumlah siswa yang tercatat, PKBM ini berpotensi menerima dana miliaran rupiah dari APBN.
Namun, temuan tim media di lapangan bertolak belakang dengan data Dapodik. Dalam pemantauan sejak Januari hingga 4 Februari 2025, tidak ditemukan adanya 714 siswa aktif belajar. Hanya 7 siswa paket B (setara SMP) dan 5 siswa paket C (setara SMA) yang terlihat mengikuti pembelajaran. Bahkan, dalam lokasi PKBM terdapat kobong (asrama santri) dengan 6 kamar, yang menunjukkan bahwa sebagian penghuni bukan peserta didik PKBM, melainkan santri pondok pesantren.

Kesaksian Warga dan Ketua RT: Data Tidak Sesuai Fakta
Ketua RT 02/RW 03, Ece (53), saat dikonfirmasi pada 11 Januari 2025, mengakui bahwa setiap hari hanya ada sekitar 30 siswa berseragam SMA yang mengikuti pembelajaran. Jumlah tersebut meningkat hanya saat ujian menjadi sekitar 100 siswa. Ketika diperlihatkan data Dapodik dengan jumlah 714 siswa, RT Ece menegaskan bahwa data tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Ketika awak media menghubungi Kepala Sekolah Mustopa melalui telepon istrinya, Mustopa berdalih bahwa ia telah mundur dari jabatan kepala sekolah dan posisi tersebut kini dijabat oleh anaknya, F. Mustika. Namun, data Dapodik masih mencatat Mustopa sebagai kepala sekolah, menimbulkan pertanyaan terkait keabsahan perubahan kepemimpinan di PKBM tersebut.
Lebih mencurigakan lagi, operator pendataan Zahra Asyaidah, yang seharusnya bertanggung jawab dalam input data, dikabarkan telah lama keluar dari PKBM. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya pemalsuan data yang dilakukan secara sistematis.

Jejak Korupsi: Siswa Fiktif dan Dana BOSP yang Menguap
Berdasarkan investigasi lebih lanjut, PKBM Auladul Mustopa menunjukkan pola manipulasi data peserta didik sejak tahun 2022. Berikut adalah perbandingan data Dapodik:
- Semester 2022/2023 Genap: 1.377 siswa, 46 rombel, 1 tenaga pendidik
- Semester 2023/2024 Ganjil: 1.283 siswa, 61 rombel, 1 tenaga pendidik
- Semester 2023/2024 Genap: 1.225 siswa, 56 rombel, 1 tenaga pendidik
- Semester 2024/2025 Ganjil: 714 siswa, 49 rombel, 1 tenaga pendidik
Dengan jumlah tenaga pendidik yang tetap hanya 1 orang, keabsahan jumlah siswa yang terus berubah secara drastis dari tahun ke tahun sangat tidak masuk akal. Indikasi kuat bahwa sebagian besar siswa tersebut fiktif, sementara dana BOSP tetap dicairkan.

Tuntutan Investigasi dan Penegakan Hukum
Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara, Sambodo Ngesti Waspodo, menegaskan bahwa kasus ini harus segera diusut tuntas.
“Karena dana BOSP ini bersumber dari APBN, Kementerian Pendidikan wajib memonitor dan mengevaluasi seluruh PKBM yang menerima bantuan. Jangan sampai masyarakat berpikir ada pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum kementerian dalam praktik korupsi ini,” ujar Sambodo.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, yang seharusnya bertanggung jawab memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran pendidikan.
Lebih lanjut, Sambodo meminta Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Cianjur untuk segera mengambil langkah tegas:
“Kami mendesak aparat penegak hukum agar segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyelewengan dana BOSP di PKBM Auladul Mustopa. Terlebih lagi, kepala sekolah sebelumnya, Mustopa, adalah seorang ASN yang menjabat sebagai penilik pendidikan di Kecamatan Cilaku saat mengelola PKBM. Ini adalah konflik kepentingan yang jelas, dan harus segera ditindaklanjuti secara hukum.”

Kesimpulan
Dugaan korupsi dana BOSP melalui manipulasi data siswa fiktif di PKBM Auladul Mustopa telah menunjukkan pola penyalahgunaan wewenang yang sistematis. Jika terbukti, maka perbuatan ini masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PKBM Auladul Mustopa dan Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan korupsi ini. (DS/RD)