BANJARMASIN – Seputar Jagat News. Sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan (Kalsel) yang menyeret sejumlah pejabat terus bergulir panas. Pada Kamis (8/5/2025), sorotan tajam tertuju pada Ketua Baznas Kalsel, Irhamsyah Safari, yang dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin.
Dalam persidangan, Majelis Hakim mencurigai aliran dana hibah sebesar Rp2,3 miliar dari total Rp5 miliar yang diterima Baznas Kalsel pada 2024 dari Pemerintah Provinsi Kalsel melalui Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Kalsel. Dana tersebut, yang seharusnya disalurkan langsung oleh Baznas, justru diberikan kepada pihak ketiga tanpa prosedur resmi.
Majelis Hakim yang diketuai Arif Winarno mempertanyakan keputusan Baznas yang menyerahkan dana sebesar Rp2,3 miliar kepada Ahmad, bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, untuk disalurkan kepada masyarakat. Dana itu merupakan bagian dari Rp3 miliar alokasi hibah yang ditujukan untuk program bantuan sosial, sementara Rp2 miliar lainnya dialokasikan untuk operasional Baznas.
Namun fakta mencengangkan terungkap: dari total Rp3 miliar dana bantuan, hanya sekitar Rp200 juta yang benar-benar disalurkan oleh Baznas dalam bentuk program produktif seperti bantuan kesehatan, sosial kemanusiaan, dan pendidikan. Sisanya—Rp2,3 miliar—justru keluar dari kendali Baznas dan diserahkan secara tunai kepada Ahmad tanpa tanda terima resmi.
“Pertanggungjawabannya ada pada Anda. Apalagi tanpa tanda terima. Bagaimana Anda menyusun laporan?” tanya hakim Arif dengan nada tinggi.
Ia menegaskan bahwa Baznas sebagai lembaga resmi penyalur zakat dan bantuan sosial tidak boleh menyerahkan tanggung jawabnya kepada pihak lain, terlebih tanpa prosedur hukum dan administratif yang sah.
“Sebagai amil zakat, Anda yang seharusnya menyalurkan. Anda bahkan lebih paham soal hukum agama dari saya,” lanjut Arif, menyentil tanggung jawab moral dan agama dari Irhamsyah.
Saat ditekan hakim, Irhamsyah hanya terdiam dan tidak mampu menjawab secara langsung, bahkan sempat balik bertanya, “Maksudnya apa Pak?”
Dua saksi lain dari Baznas Kalsel turut dihadirkan, yakni M. Arsyad (staf keuangan Baznas) dan Noor Huda Fikri (Kabid Pendistribusian Baznas). Arsyad memberikan keterangan bahwa uang Rp2,3 miliar tersebut diantarkan langsung kepada Ahmad pada Sabtu, 28 September 2024, sore hari.
“Rencananya pagi, tapi diundur karena saya masih di Banjarbaru,” ujar Arsyad.
Sementara Noor Huda menjelaskan bahwa dana yang disalurkan secara resmi oleh Baznas hanya sekitar Rp200 juta, digunakan untuk 125 paket sembako dan program bantuan produktif lainnya.
Usai persidangan, Jaksa KPK Mayer Volmer Simanjuntak menyatakan bahwa keterangan saksi-saksi tersebut menguatkan dugaan gratifikasi yang ditangani pihaknya. Ia menegaskan, Baznas Kalsel mengetahui dan membiarkan dana hibah disalurkan tanpa prosedur yang sah.
“Pemberian tidak disertai tanda terima resmi, dilakukan secara tunai, dan tidak ada surat pertanggungjawaban. Ini bukti kuat bahwa dana Rp2,3 miliar itu disalurkan tidak sesuai ketentuan,” ujar Mayer.
Kasus ini merupakan bagian dari perkara besar hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap pejabat Dinas PUPR Kalsel. Empat orang telah ditetapkan sebagai terdakwa:
- Ahmad Solhan (saat OTT menjabat Kepala Dinas PUPR Kalsel),
- Yulianti Erlynah (Kabid Cipta Karya Dinas PUPR),
- Ahmad (bendahara Rumah Tahfidz Darussalam), dan
- Agustya Febry Andrean (Plt Kabag Rumah Tangga Pemprov Kalsel).
Sidang akan kembali digelar pada Kamis, 15 Mei 2025, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi. Jaksa KPK menyatakan akan menghadirkan lima saksi tambahan yang diyakini memiliki keterkaitan erat dengan aliran dana hibah yang mencurigakan ini. (Red)