JAKARTA — Seputar Jagat News. Tumpukan uang tunai pecahan Rp100 ribu memenuhi ruangan konferensi pers di Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025). Uang sebanyak Rp479 miliar itu bukan sekadar simbol, melainkan barang bukti nyata hasil penyitaan dari kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Group, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tengah disidik intensif.
Hamparan uang tunai yang dijejerkan hingga membentuk bentangan sekitar lima meter itu, menurut pihak Kejagung, merupakan hasil kejahatan yang hendak dikirim ke luar negeri, tepatnya ke Hong Kong, melalui jalur perbankan. Dana ini ditemukan terkait kegiatan ilegal dalam bisnis perkebunan sawit yang dilakukan oleh korporasi di bawah naungan PT Darmex Plantations, anak usaha dari Duta Palma Group.
Direktur Penuntutan Jampidsus, Sutikno, menjelaskan bahwa uang sebesar Rp479.175.079.148 itu diduga berasal dari tindak pidana dan direncanakan untuk dikirim oleh dua anak usaha PT Darmex, yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa, ke Hong Kong.
“Uang ini diduga sebagai hasil kejahatan dan hendak dikirim ke Hong Kong melalui jasa perbankan,” ujar Sutikno dalam konferensi pers.
Namun sebelum uang itu sempat berpindah lintas negara, penyidik bertindak cepat. Koordinasi dilakukan dengan penuntut umum, dan uang tersebut langsung diblokir, lalu disita sebagai barang bukti dalam perkara TPPU yang tengah disidik.
“Penyidik memblokir jumlah uang tersebut, lalu meminta persetujuan penuntut umum untuk menjadikannya barang bukti dalam kasus korporasi PT Darmex Plantations,” tambah Sutikno.
Dari hasil penyelidikan lanjutan, diketahui bahwa 99% saham PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa dimiliki oleh PT Darmex Plantations, sedangkan 1% sisanya dimiliki oleh PT Palma Lestari. Semua perusahaan ini masuk dalam jaringan bisnis milik Surya Darmadi, tokoh utama yang sebelumnya sudah terseret dalam perkara megakorupsi Duta Palma.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa uang sitaan tersebut langsung diamankan secara profesional, bukan disimpan di kantor Kejagung.
“Uang sebanyak ini tidak disimpan di kantor atau dibawa ke rumah, tapi langsung dititipkan di rekening penitipan lainnya di Bank Persepsi,” jelas Harli.
Ia menambahkan, pemaparan uang secara langsung di hadapan media penting dilakukan agar masyarakat mengetahui keseriusan Kejagung dalam menangani perkara besar yang berkaitan dengan keuangan negara.
“Ini adalah bentuk transparansi Kejaksaan. Kami ingin masyarakat memahami upaya keras yang kami lakukan dalam memulihkan kerugian negara,” ucap Harli.
Perkara ini sendiri berakar dari dugaan korupsi dan pencucian uang dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Bertinus Haryadi Nugroho di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (15/4/2025), negara disebut mengalami kerugian mencapai:
- Rp4.798.706.951.640 (Rp4,79 triliun)
- USD7.885.857,36 (setara Rp125 miliar lebih)
Dugaan ini menyasar sejumlah perusahaan dalam Duta Palma Group, seperti PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, dan PT Asset Pacific.
Modus: Dividen, Utang, dan Transfer Silang
Uang hasil kejahatan disebut dialirkan ke PT Darmex Plantations sebagai holding perusahaan perkebunan milik Surya Darmadi. Dana tersebut kemudian digunakan untuk berbagai manuver finansial, termasuk:
- Pembagian dividen ke pemegang saham,
- Pembayaran utang,
- Penyetoran modal, dan
- Transfer ke perusahaan afiliasi lain, seperti PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, dan PT Alfa Ledo.
Pemaparan fisik uang sitaan ini menjadi simbol dari kerja keras Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan seluruh jajaran Kejagung dalam mengejar aset hasil korupsi. Ini juga memperkuat komitmen Kejaksaan dalam memulihkan kerugian negara, sekaligus mewujudkan penegakan hukum yang transparan dan akuntabel.
Kasus Duta Palma kini menjadi salah satu sorotan terbesar dalam penegakan hukum korupsi dan TPPU di sektor perkebunan. Perkembangan perkara ini akan terus dinantikan publik sebagai tolak ukur keseriusan negara dalam memerangi korupsi sistemik yang merugikan rakyat hingga triliunan rupiah. (Red)