RI Calonkan Hikmahanto Juwana dan Eddy Pratomo di Dua Lembaga Hukum Internasional Terkemuka

wakil menteri luar negeri wamenlu arif havas oegroseno 1742910648741 169
7 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat peran di kancah hukum internasional. Pemerintah secara resmi mencalonkan dua akademisi hukum terkemuka untuk menduduki posisi strategis di dua lembaga internasional: Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS) dan Komisi Hukum Internasional (ILC).

Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arief Havas Oegroseno dalam pengarahan pers di Jakarta, Jumat (9/5). Dalam keterangannya, Wamenlu menyebut dua nama yang diusulkan: Prof. Dr. Eddy Pratomo, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, sebagai calon hakim ITLOS periode 2026–2035; dan Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, sebagai calon anggota ILC untuk periode 2028–2032.

Menurut Havas, pencalonan ini bukan hanya bentuk pengakuan atas kompetensi kedua tokoh tersebut, tetapi juga bagian dari strategi diplomasi hukum Indonesia agar semakin diperhitungkan di forum global.

“Indonesia adalah negara pihak dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS) yang selama ini telah menjalankan kewajiban hukumnya. Namun hingga kini, belum ada warga negara Indonesia yang menjadi hakim di ITLOS,” ujarnya.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, lanjut Havas, kehadiran wakil Indonesia di ITLOS sangat penting agar perspektif negara-negara berkembang dan kepulauan dapat lebih terepresentasi dalam lembaga hukum laut internasional yang berbasis di Hamburg, Jerman tersebut.

Sementara itu, pencalonan Prof. Hikmahanto Juwana ke ILC juga menyasar isu yang sangat krusial dalam perkembangan hukum internasional: dampak kenaikan permukaan air laut terhadap batas wilayah negara.

“Sampai saat ini belum ada aturan hukum internasional yang final dan definitif terkait perubahan garis pantai akibat naiknya permukaan laut. Ini adalah isu nyata yang akan terus berkembang, dan Indonesia merasa perlu menyuarakan kepentingannya dalam pembentukan norma hukum baru tersebut,” jelas Havas.

Dampak dari perubahan garis pantai sangat signifikan, terutama bagi negara-negara kepulauan yang wilayahnya rentan terhadap kemunduran garis pantai dan kehilangan wilayah kedaulatan.

Kementerian Luar Negeri menegaskan bahwa apabila keduanya terpilih, jabatan yang mereka emban bersifat independen dan profesional, bukan sebagai wakil resmi negara, melainkan sebagai individu dengan keahlian hukum internasional yang diakui dunia.

Sebagai informasi, ITLOS adalah pengadilan internasional independen yang berdiri berdasarkan UNCLOS. Lembaga ini menangani berbagai kasus sengketa terkait eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut, perlindungan lingkungan laut, serta penafsiran dan penerapan hukum laut internasional.

Sementara itu, ILC adalah badan yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB dan beranggotakan 34 pakar hukum internasional. Berbasis di Jenewa, Swiss, ILC memiliki mandat utama untuk mengembangkan dan mengkodifikasi hukum internasional serta memberi rekomendasi kepada PBB.

Dengan pencalonan ini, Indonesia berharap dapat memainkan peran lebih aktif dan strategis dalam membentuk arsitektur hukum internasional yang lebih inklusif dan berpihak pada kepentingan global, khususnya negara berkembang dan kepulauan. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *