Jaksa Nilai Pleidoi Hakim Heru Hanindyo Kontradiktif dalam Kasus Suap Bebaskan Ronald Tannur

download 29
3 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan kritik keras terhadap pleidoi atau nota pembelaan yang diajukan terdakwa Hakim Heru Hanindyo dalam kasus dugaan suap pembebasan Gregorius Ronald Tannur. Dalam sidang replik yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025), jaksa menyebut sejumlah dalil dalam pleidoi Heru sebagai kontradiktif dan tidak konsisten.

Jaksa menyoroti pernyataan Heru yang mengaku tidak mengetahui adanya penerimaan maupun pembagian uang suap dari pengacara Lisa Rachmat, namun di sisi lain, Heru justru mengetahui secara detail pertemuan Lisa dengan sesama terdakwa, Erintuah Damanik.

“Dalil yang disampaikan terdakwa jelas kontradiktif. Bagaimana mungkin Heru mengaku tidak tahu soal pembagian uang, tapi tahu Erintuah dua kali menemui Lisa pada 2 dan 29 Juni 2024?” kata jaksa di hadapan majelis hakim.

Jaksa juga mempersoalkan pernyataan Heru yang menyebut Erintuah berada di Surabaya untuk mengikuti upacara, tetapi dalam waktu yang sama Heru juga mengklaim Erintuah berada di Semarang untuk ‘menjual’ namanya dan nama hakim Mangapul kepada Lisa Rachmat.

“Ini jelas tak masuk akal. Dalam satu waktu, Heru seolah bisa memastikan posisi Erintuah di dua tempat berbeda,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, pembelaan Heru yang menyebut dirinya sedang tidak berada di Surabaya saat pembagian uang suap di ruang kerja Mangapul juga dinilai janggal. Heru tetap bisa menggambarkan situasi pembagian uang sebesar 140 ribu dolar Singapura di kota tersebut, meski ia sendiri mengaku sedang di Palangkaraya.

Jaksa juga mengkritik bukti-bukti yang diajukan penasihat hukum Heru. Sebagian besar, menurut jaksa, tidak pernah dihadirkan di persidangan. Salah satu yang dianggap tidak berdasar adalah dalil bahwa uang dari ibu Ronald, Meirizka Widjaja, kepada Lisa Rachmat merupakan pembayaran jasa hukum, bukan suap.

“Kami telah membuktikan bahwa uang tersebut adalah bagian dari skema suap. Penemuan uang di rumah dan safe deposit box milik Heru juga menguatkan dugaan penerimaan gratifikasi,” ujar jaksa, merujuk pada ketentuan Pasal 12B ayat 1 huruf A UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa pun memohon kepada majelis hakim untuk menolak pleidoi Heru dan menjatuhkan vonis sesuai tuntutan, yakni 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Kasus ini mencuat setelah Gregorius Ronald Tannur, yang sempat dibebaskan dari dakwaan atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti, diketahui bebas berkat suap. Dalam proses penyidikan, terungkap bahwa suap senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu diberikan kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya: Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

Uang tersebut diberikan melalui pengacara Lisa Rachmat atas permintaan ibu Ronald, Meirizka Widjaja. Lisa kemudian meminta bantuan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, untuk mencari hakim yang bisa ‘membebaskan’ Ronald.

Setelah fakta suap terungkap, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi jaksa dan memvonis Ronald Tannur lima tahun penjara.

Kini, perhatian publik pun tertuju pada nasib hukum tiga hakim yang didakwa menerima suap demi membebaskan terdakwa dalam kasus kekerasan yang berujung kematian. Jaksa berharap majelis hakim tetap konsisten dalam menegakkan integritas peradilan. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *