Jakarta — Seputar Jagat News. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, membeberkan kisah tak banyak diketahui publik mengenai peran Hercules Rozario Marshal, Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB), saat konflik di Timor Timur. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Prof. Rhenald Kasali, Hendropriyono mengungkapkan bahwa Hercules pernah menjadi sosok kepercayaan TNI dalam operasi militer.
“Dulu, dia (Hercules) waktu di Timor Timur sebelum Timor Leste merdeka, kita percaya pegang kunci senjata dan peluru. Dia yang pegang, saking kita percayanya,” ujar Hendropriyono, Minggu (4/5/2025).
Jenderal bintang empat itu menekankan, Hercules bukan mantan teroris seperti anggapan beberapa pihak, melainkan pahlawan yang telah berjuang demi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan, Hercules kehilangan anggota tubuhnya dalam proses itu.
“Ini bukan bekas teroris, ini bekas pahlawan yang sebenarnya harus kita bina secara sistemik,” tegasnya.
Hendropriyono menilai bahwa Hercules adalah korban dari dinamika geopolitik global. Ia menyebut operasi militer Indonesia di Timor Timur saat itu tak lepas dari permainan negara besar.
“Yang nyuruh kita ke Timtim dulu siapa? Amerika. Dia mau balas kekalahannya di Vietnam. Tahun 74 dia kalah, 75 saya bulan Februari masuk operasi Seroja. Di perbatasan sana tanya, ada spanduk ‘Viva Amerika’. Tapi tahun 98 kita diusir,” tuturnya.
Ia juga menyebut bahwa tidak hanya Hercules yang menjadi korban, tapi juga para perwira dan prajurit yang terlibat saat itu, termasuk Prabowo Subianto.
“Para veteran, termasuk (Prabowo), ini semua korban konspirasi,” imbuhnya.
Walaupun menolak aksi premanisme, Hendropriyono menyerukan masyarakat agar tidak sekadar menghakimi, tetapi memahami latar belakang Hercules secara utuh.
“Saya tetap anti premanisme, tapi kita punya hati nurani. Masyarakat harus bisa menerima dulu cerita ini, harus sama-sama mengatasi premanisme secara sistemik,” tegasnya.
Hercules, menurut Hendropriyono, adalah korban ekonomi yang termarjinalkan setelah pengabdiannya kepada negara.
“Dia kan buntung, Prof. Kaki buntung, tangan buntung, mata sebelah. Ini karena membela RI,” jelasnya.
“Lihatlah orang berkorban untuk Republik Indonesia sampai tangannya satu, matanya satu, kakinya satu. Sekarang dia jadi korban ekonomi. Bukan cuma termarjinalisasi, dia nggak bisa makan. Yang bisa cuma mreman. Jadi siapa yang salah?” tanya Hendropriyono retoris.
Pernyataan Hendropriyono ini muncul di tengah panasnya polemik antara Hercules dan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. Konflik ini bermula ketika Hercules menyebut Sutiyoso, mantan Gubernur DKI Jakarta dan eks Wadanjen Kopassus, dengan ucapan “bau tanah” dalam menanggapi komentar Sutiyoso soal ormas yang menyerupai militer.
Ucapan itu memicu amarah Gatot. Dalam video yang beredar di media sosial, Gatot meluapkan emosinya.
“Kau (Hercules) menghina pensiunan Kopassus. Maka kau juga menghina Presiden saya, Jenderal Prabowo. Kau bilang bau tanah lagi?” ujar Gatot geram.
Gatot juga menyebut Hercules tidak memiliki jasa apa pun terhadap negara dan menyebutnya sebagai preman.
Menyadari kesalahan, Hercules kemudian menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada Sutiyoso melalui kanal YouTube Seleb On Cam.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Pak Sutiyoso, kepada anak cucu dan keluarganya. Karena Pak Sutiyoso dari Kopassus baret merah, saya sangat hormat dan kagum sama beliau,” ucapnya.
Namun, setelah itu, Hercules menunjukkan sikap tegas kepada Gatot Nurmantyo. Ia menolak disebut preman dan merasa tidak pernah bersalah kepada Gatot.
“Saya tidak takut sama Anda. Saya tidak menghargai Anda. Saya salah apa sama Pak Gatot?” kata Hercules sambil menunjuk ke arah kamera.
Pernyataan ini semakin memperkeruh suasana, terutama setelah Gatot menyebut Hercules telah menghina para purnawirawan TNI yang “gila mencintai NKRI”.
Melalui kisah ini, Hendropriyono mengajak publik melihat Hercules dari kacamata sejarah dan pengabdian, bukan semata perilaku masa kini. Ia berharap negara tidak menutup mata terhadap realita bahwa banyak pejuang bangsa kini justru tersingkir secara ekonomi dan sosial.
“Kita punya hati nurani. Lihatlah siapa yang pernah berkorban, dan jangan lupa siapa yang telah membela negara ini,” pungkasnya. (Red)