JAKARTA – Seputar Jagat News. Harapan puluhan nasabah bank untuk kembali menikmati dana tabungan pensiun mereka tampaknya semakin samar. Setelah tujuh tahun menunggu tanpa kejelasan, para nasabah yang dananya terjerat dalam kasus korupsi Jiwasraya akhirnya melangkah ke Kejaksaan Agung untuk mengadukan nasib mereka.
Pada Kamis (6/5/2025), sejumlah perwakilan nasabah mendatangi Kejaksaan Agung di Jakarta. Mereka meminta bantuan agar dana mereka yang tertahan akibat skandal Jiwasraya dapat segera dicairkan. Salah satu perwakilan nasabah, Machril, mengungkapkan bahwa sebanyak 63 orang saat ini menjadi korban, dengan total dana yang tertahan mencapai Rp 174 miliar.
“Sudah tujuh tahun sampai sekarang dana tertahan. Sudah kami tuntut ke pengadilan, bahkan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). Itu seharusnya tidak boleh terjadi. Kami datang meminta perhatian dari pimpinan Kejaksaan Agung,” ujar Machril kepada wartawan.
Menurut Machril, para korban bukan merupakan nasabah langsung dari PT Asuransi Jiwasraya. Mereka adalah nasabah bank yang ditawari untuk mengalihkan dana pensiunnya ke produk asuransi Jiwasraya.
“Kami dirayu pihak bank, katanya masuk ke sini saja (Jiwasraya), ada kelebihannya, dapat asuransi, aman, dan dijamin, kecuali negara bangkrut. Siapa yang tidak percaya? Kami yakin,” ungkapnya.
Namun kenyataan berkata lain. Saat Jiwasraya terjerat masalah keuangan hingga akhirnya terseret dalam kasus korupsi besar, dana nasabah pun ikut tersandera. Machril sendiri mengaku memiliki dana sebesar Rp 500 juta yang belum juga bisa dicairkan.
“Teman-teman kami ada yang Rp 50 juta, ada juga yang lebih. Kalau dijumlahkan, totalnya sekitar Rp 174 miliar dari 63 orang. Masak tidak ada uang untuk bayar? Ini bukan soal tidak ada uang, tapi tidak ada niat membayar,” tegasnya.
Masalah Jiwasraya sebenarnya telah berakar sejak 2009. Berdasarkan catatan keuangan, pada 31 Desember 2008, perusahaan mengalami kondisi insolvensi karena kurangnya pencadangan kewajiban terhadap pemegang polis, dengan defisit mencapai Rp 5,7 triliun.
Saat itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar sempat mengusulkan penambahan modal sebesar Rp 6 triliun. Namun usulan itu ditolak karena Risk Based Capital (RBC) Jiwasraya tercatat sangat rendah, jauh di bawah standar yang ditetapkan.
Sebagai langkah penyelamatan, Jiwasraya kemudian meluncurkan produk JS Saving Plan, yang menawarkan bunga tinggi antara 9 hingga 13 persen—jauh lebih besar dari rata-rata suku bunga Bank Indonesia kala itu. Strategi ini terbukti tidak berkelanjutan, karena investasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil sesuai harapan.
Dugaan Korupsi Rp 16,8 Triliun dan Deretan Tersangka
Tekanan keuangan akibat produk saving plan dan investasi gagal tersebut akhirnya membuka jalan bagi penyelidikan lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit menunjukkan adanya praktik korupsi di tubuh Jiwasraya yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Beberapa nama besar telah dijatuhi hukuman dalam kasus ini. Mereka adalah:
- Benny Tjokrosaputro
- Heru Hidayat
- Hendrisman Rahim
- Hary Prasetyo
- Syahmirwan
- Joko Hartono Tirto
Semua vonis terhadap mereka telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Selain itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan nonaktif, Isa Rachmatarwata, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus ini.
Para nasabah berharap, pemerintah dan Kejaksaan Agung dapat memberikan perhatian khusus atas penderitaan mereka. Dengan putusan pengadilan yang sudah inkracht, mereka menuntut agar hak mereka dikembalikan dan dana pensiun yang selama ini menjadi penopang hidup masa tua bisa segera mereka terima.
“Kami ini korban. Bukan investor spekulatif. Uang kami bukan untuk cari untung, tapi untuk masa tua. Kami ingin keadilan,” tutup Machril dengan nada getir.
(Red)