Jakarta – Seputar Jagat News. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menegaskan pentingnya tindakan tegas terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melakukan aksi meresahkan masyarakat. Ia meminta para kepala daerah untuk tidak ragu berkoordinasi dengan jajaran Forkopimda, kepolisian, hingga unsur militer demi memastikan supremasi hukum tetap dijunjung tinggi.
Dalam pernyataan yang disampaikan di kompleks parlemen, Senin (5/5), Bima menyoroti pentingnya sinergi antara kepala daerah, Kapolres, Dandim, dan Kajari untuk menindak ormas yang melanggar hukum. Ia menegaskan bahwa pembiaran terhadap ormas yang bertindak di luar batas hukum tidak dapat ditoleransi.
“Kami minta kepala daerah berkoordinasi dengan Forkopimda, dengan Kapolres, Dandim, Kajari semua untuk memastikan langkah-langkah hukum, tidak ada pembiaran bagi ormas-ormas yang melanggar hukum,” tegas Bima.
Bima Arya mengakui bahwa pihak Kementerian Dalam Negeri telah menerima sejumlah laporan mengenai aksi premanisme yang dilakukan oleh ormas. Meski enggan menyebut secara langsung ormas mana yang dimaksud, ia tidak membantah ketika ditanya soal Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB), ormas pimpinan tokoh kontroversial, Hercules.
“Ada, ada, ya kita tidak bisa bilang banyak atau tidak, tapi ada laporan itu,” ujar Bima.
Saat diminta konfirmasi lebih lanjut mengenai GRIB, Bima menegaskan bahwa pernyataannya tidak menyasar pada satu atau dua ormas tertentu. Ia menekankan bahwa semua ormas di Indonesia harus tunduk pada hukum yang berlaku.
“Siapapun, siapapun tentu ya tidak ada yang di atas hukum. Kita tidak berbicara satu dua ormas tapi seluruh ormas yang terikat dalam hukum positif di Indonesia,” lanjutnya.
Menurut Bima, ormas sejatinya bisa menjadi aset yang berkontribusi positif bagi negara apabila dibina dengan benar. Namun, ia juga mengakui bahwa jika tidak dikelola dengan baik, ormas bisa berperilaku kontraproduktif dan menjadi sumber keresahan publik.
Atas dasar itu, ia meminta kepala daerah agar tidak hanya fokus pada tindakan hukum setelah kejadian terjadi, melainkan juga mengedepankan pendekatan pembinaan sejak awal.
“Maka ini penekanan khusus kepada kepala daerah untuk membangun pendekatan yang komprehensif, bukan hanya di ujung tindakan penegakan hukum, tetapi diawali juga langkah-langkah pembinaan,” ujar Bima.
Bima juga mengungkapkan bahwa Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah meminta agar dilakukan kajian terhadap kemungkinan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).
“Memang Pak Menteri meminta agar ini dikaji sejauh mana apakah akan ada perubahan revisi di situ,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Bima menilai bahwa UU Ormas saat ini sebenarnya sudah cukup memberikan dasar hukum untuk mengambil langkah tegas terhadap ormas, mulai dari pemberian teguran hingga pembubaran. Namun, wacana revisi tetap dibuka menyusul maraknya insiden premanisme berkedok ormas di sejumlah daerah menjelang Idulfitri 2025.
Salah satu insiden yang menyulut perhatian publik terjadi di Depok, ketika sekelompok ormas membakar mobil polisi dalam aksi penolakan penangkapan salah satu pemimpin mereka yang diduga memiliki senjata api ilegal.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian turut mengomentari sejumlah insiden kekerasan yang melibatkan ormas. Ia mendukung penuh pengawasan ketat terhadap organisasi-organisasi tersebut, termasuk melalui audit keuangan yang lebih transparan.
“Dalam perjalanannya, setiap undang-undang itu kan dinamis. Ada perubahan-perubahan situasi yang dapat saja dilakukan perubahan sesuai situasi,” ujar Tito saat ditemui di Jakarta, Jumat (25/4).
Tito juga menegaskan bahwa perubahan kondisi sosial-politik sejak era Orde Baru telah mempengaruhi dinamika peran ormas di masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi regulasi menjadi bagian penting dalam menjaga stabilitas dan keamanan publik.
Dengan meningkatnya keresahan akibat ulah sejumlah ormas yang melampaui batas hukum, sinyal dari pemerintah pusat semakin jelas: tidak ada tempat bagi premanisme berkedok organisasi masyarakat. Evaluasi UU Ormas dan pendekatan kolaboratif antara pusat dan daerah menjadi langkah kunci dalam meredam potensi konflik yang lebih luas. (Red)