JAKARTA — Seputar Jagat News. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada urgensi yang memaksa bagi Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perampasan Aset.
Pernyataan itu disampaikan Yusril saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025). Menurutnya, syarat pokok diterbitkannya Perppu adalah adanya “kegentingan yang memaksa” sebagaimana diatur dalam konstitusi. Namun, kondisi saat ini dianggap belum memenuhi unsur tersebut.
“Enggak ada. Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu. Karena Perppu harus dikeluarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sampai sekarang kita belum melihat ada kegentingan yang memaksa untuk Perampasan Aset itu,” ujar Yusril.
Yusril menambahkan, sistem hukum yang berlaku serta lembaga penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi masih bekerja secara efektif, meskipun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset belum juga disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi ya semuanya terserah, kita kembalikan kepada Presiden,” ucapnya.
Wacana penerbitan Perppu Perampasan Aset sebelumnya mencuat dari kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi. Salah satunya disampaikan oleh Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman.
Zaenur menilai, jika Presiden Prabowo menghadapi kebuntuan politik dengan DPR dalam proses legislasi RUU Perampasan Aset, maka opsi Perppu bisa menjadi jalan alternatif untuk tetap mendorong pemberantasan korupsi yang lebih agresif.
“Kalau Presiden merasa bahwa susah untuk mencapai konsensus, untuk mencapai kesatuan pendapat di DPR segera, maka solusinya yang kedua bisa menggunakan Perppu,” ujar Zaenur pada Jumat (2/5/2025) kepada Kompas.com.
Menurutnya, langkah itu juga sejalan dengan komitmen kuat Prabowo yang sebelumnya secara terbuka mendukung pengesahan RUU tersebut sebagai bagian dari reformasi hukum dan pemberantasan korupsi.
“Presiden bisa keluarkan Perppu sehingga mau tidak mau di masa persidangan berikutnya DPR wajib membahasnya,” imbuh Zaenur.
RUU Perampasan Aset menjadi salah satu regulasi yang dinilai penting untuk mempermudah proses hukum dalam menyita dan mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi dan kejahatan terorganisir lainnya kepada negara.
Namun, pembahasan RUU ini kerap mengalami jalan buntu di parlemen dan belum kunjung disahkan meskipun telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Hal ini menimbulkan desakan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, agar pemerintah mengambil langkah terobosan melalui jalur eksekutif.
Kini, bola panas berada di tangan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Apakah ia akan memilih bersabar menunggu proses legislasi di DPR, atau mengambil langkah cepat dengan menerbitkan Perppu seperti yang disarankan sebagian kalangan?
(Red)