Medan – Seputar Jagat News. 2 Mei 2025, Kasus penyelundupan dan perdagangan ilegal sisik trenggiling yang melibatkan aparat penegak hukum kembali mencuat ke permukaan. Dua prajurit TNI, Serka Muhammad Yusuf Harahap dan Serda Rahmadani Syahputra, kini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Militer Medan atas dugaan keterlibatan mereka dalam membawa dan menjual barang bukti berupa sisik trenggiling dari gudang Polres Asahan.
Dalam sidang yang digelar pada Rabu, 30 April 2025, kedua terdakwa memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Letkol Djunaedi Iskandar. Fakta-fakta mengejutkan pun terungkap dalam pengakuan mereka, yang secara gamblang menyebut keterlibatan seorang anggota polisi bernama Bripka Alfi Hariadi Siregar.
Menurut keterangan Yusuf, peristiwa bermula ketika Bripka Alfi menghubunginya melalui telepon. Dengan dalih akan ada kunjungan ke Polres Asahan dan gudang perlu dibersihkan, Alfi meminta Yusuf membantu menyimpan “barang” miliknya di tempat lain.
“Aku boleh titip barang di tempat ipar?” kata Yusuf menirukan ucapan Alfi, yang akrab memanggilnya “ipar” karena kesamaan marga, meski tidak memiliki hubungan keluarga.
Setelah menyetujui permintaan tersebut, Yusuf diberitahu bahwa barang yang dimaksud adalah sisik trenggiling, bagian dari satwa yang dilindungi. Yusuf lalu menawarkan kios kosong di depan rumahnya sebagai tempat penyimpanan.
Pada awal Oktober 2024, Yusuf mengajak Syahputra mengambil barang tersebut ke gudang Polres Asahan dengan menggunakan mobil Daihatsu Sigra miliknya. Mereka dipandu langsung oleh Bripka Alfi, dan masuk tanpa pemeriksaan sama sekali.
Setiba di lokasi, Bripka Alfi menyuruh Syahputra membawa mobil pikap L300 yang telah berisi sisik trenggiling seberat 1.178 kg dalam 26 karung besar dan 5 karung kecil. Barang-barang itu ditutup dengan terpal dan dibawa ke rumah Yusuf.
Dua minggu berselang, Yusuf mempertanyakan keberadaan barang tersebut karena belum diambil. Dalam pertemuan di warung kopi, Bripka Alfi menyarankan sisik trenggiling dijual. Ia menjanjikan pembagian keuntungan:
“Kalau laku nanti Rp600 ribu per kg, Rp400 ribu untuk Kanit, Rp200 ribu buat kita,” kata Syahputra menirukan ucapan Alfi.
Syahputra kemudian mencari pembeli dengan bantuan temannya, Rival. Tawaran akhirnya datang dari Alex, pembeli asal Aceh yang bersedia membayar Rp900 ribu per kg.
Namun, Syahputra menyampaikan harga jual ke Alfi hanya Rp600 ribu per kg, berniat menyimpan selisih harga untuk dirinya.
Pada 10 November 2024, Amir Simatupang datang ke rumah Syahputra untuk mengemas sisik ke dalam 9 kardus. Ketiganya berencana mengirim kardus tersebut ke Aceh. Namun, sesampainya di loket pengiriman, mereka justru disergap oleh petugas gabungan dari KLHK, Polda Sumut, dan Kodam I Bukit Barisan.
Barang bukti langsung diamankan dan ketiga pelaku ditahan.
Sidang ini menjadi sorotan karena keterlibatan personel dari dua institusi penegak hukum berbeda: TNI dan Polri. Saat ini, fokus publik tertuju pada proses pengadilan dan apakah pengakuan Yusuf dan Syahputra akan membuka jalan bagi penindakan lebih lanjut terhadap oknum Polri yang diduga menjadi inisiator aksi ilegal ini.
Perdagangan sisik trenggiling merupakan pelanggaran berat karena spesies tersebut dilindungi undang-undang. Sisik trenggiling kerap diperdagangkan secara gelap untuk kebutuhan pengobatan tradisional dan kosmetik, terutama di pasar luar negeri. (Red)