Jakarta – Seputar Jagat News. 2 Mei 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pemberian fasilitas kredit bank kepada perusahaan tekstil nasional, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Penyidikan ini dilakukan oleh tim dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan saat ini masih berada dalam tahap penyidikan umum. Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pada Kamis (1/5/2025).
“Masih penyidikan umum, dalam hal pemberian kredit bank kepada Sritex,” ujar Harli saat dikonfirmasi.
Meski demikian, Kejaksaan belum mengungkap sejak kapan penyidikan ini dimulai dan apakah telah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini mencuat setelah PT Sritex dinyatakan pailit pada Oktober 2024 oleh pengadilan niaga. Pabrik tekstil besar asal Sukoharjo, Jawa Tengah ini resmi menghentikan operasionalnya per 1 Maret 2025.
Kurator kepailitan mencatat bahwa perusahaan memiliki total utang sebesar Rp29,8 triliun kepada para kreditur, yang terdiri dari:
- 94 kreditur konkuren (pihak yang tidak memiliki jaminan dan dibayar terakhir),
- 349 kreditur preferen (memiliki hak istimewa berdasarkan undang-undang),
- 22 kreditur separatis (pemberi utang dengan jaminan kebendaan).
Beberapa kreditur preferen yang tercatat antara lain berasal dari institusi pemerintah seperti Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, serta Kantor Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY.
Sementara itu, dalam daftar kreditur separatis dan konkuren, terdapat sejumlah bank dan perusahaan rekanan yang memiliki tagihan dengan nilai yang sangat besar.
Dalam rapat kreditur terakhir, disepakati bahwa PT Sritex tidak akan melanjutkan operasional perusahaan (going concern). Artinya, seluruh aset akan dibereskan untuk membayar utang, alih-alih menyelamatkan perusahaan.
Keputusan ini berdampak langsung pada 11.025 pekerja yang harus mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara bertahap, mulai dari Agustus 2024 hingga Februari 2025. Data ini dikonfirmasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Penyelidikan yang dilakukan Kejagung kini menyoroti kemungkinan adanya pelanggaran dalam proses pemberian kredit oleh perbankan kepada Sritex, terutama terkait prosedur penilaian risiko dan kelayakan kredit yang disetujui sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut.
Dengan besarnya nilai utang dan skala dampak yang ditimbulkan, publik kini menantikan transparansi dari pihak Kejagung dalam mengungkap apakah terdapat unsur pidana dalam kasus ini, termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat bank atau pihak internal perusahaan.
Langkah Kejagung ini juga menjadi sinyal penting bagi dunia usaha dan perbankan, bahwa pengawasan terhadap tata kelola keuangan dan pemberian kredit besar akan semakin diperketat ke depannya, terutama dalam situasi perekonomian yang masih rentan. (Red)