Profil AKBP Malvino Edward Yusticia: Terlibat Pemerasan Berkedok Razia di DWP 2024, Dijatuhi PTDH

akbp malvino dipecat terkait pemerasan penonton dwp 2024 1 169
7 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Selasa, 7 Januari 2025. AKBP Malvino Edward Yusticia, seorang perwira tinggi yang dikenal berprestasi di Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, kini terjerat dalam skandal pemerasan yang mengguncang institusi kepolisian. Pada Kamis, 2 Januari 2025, Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Malvino, bersama dua rekannya, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan AKP Yudhy Triananta Syaeful. Ketiga anggota Polri tersebut terbukti terlibat dalam pemerasan terhadap penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, yang mengarah pada tindak pidana yang mencoreng citra Polri.

Pendidikan dan Karier Cemerlang Malvino Sebelum Skandal

Dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada 9 Agustus 1985, Malvino Edward Yusticia adalah seorang figur yang sebelumnya dihormati di kalangan kepolisian. Sebagai putra dari seorang hakim di Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ia menapaki jalan yang gemilang dalam dunia pendidikan dan karier. Lulus dari Akademi Kepolisian (AKPOL) pada tahun 2006, Malvino melanjutkan pendidikannya di Universitas Jenderal Soedirman, meraih gelar Sarjana Hukum pada 2010, dan kemudian memperoleh dua gelar magister dalam bidang Hukum dan Manajemen pada 2012. Di samping itu, ia juga berhasil menyelesaikan Sarjana Ilmu Kepolisian dari STIK PTIK pada 2013 dan Master of Strategic Studies dari Victoria University Wellington, Selandia Baru, pada 2016.

Selain pendidikan formal, Malvino memperdalam kompetensinya di bidang penyidikan dengan mengikuti pelatihan detektif di Western Australia Police Academy serta pelatihan investigasi di International Law Enforcement Academy di Bangkok, Thailand.

Sebagai anggota kepolisian, Malvino berkarier dalam bidang reserse narkoba dan berhasil mengungkap sejumlah kasus besar. Ia dikenal atas pengungkapan penyelundupan narkoba seberat satu ton pada 2017 dan dua ton sabu di Aceh pada 2021. Malvino juga terlibat dalam pengungkapan jaringan narkoba internasional, termasuk penggerebekan 389 kg sabu yang berasal dari Afghanistan, serta 117 kg sabu dan 90 ribu butir ekstasi dari jaringan Malaysia-Riau-Jakarta.

Namun, karier cemerlang ini runtuh setelah ia terlibat dalam tindakan yang sangat merugikan institusi, yakni pemerasan terhadap penonton konser DWP 2024.

Skandal Pemerasan di DWP 2024: Razia Narkoba yang Menjadi Ladang Pemerasan

Kasus yang melibatkan Malvino, bersama dua rekannya, bermula dari kegiatan razia narkoba yang dilakukan secara acak terhadap penonton konser DWP 2024, yang sebagian besar merupakan warga negara Malaysia. Tindakan yang seharusnya bertujuan untuk penegakan hukum, ternyata dimanfaatkan oleh para pelaku untuk melakukan pemerasan. Malvino dan kedua rekannya mengancam akan menahan penonton yang tidak bersedia memberikan sejumlah uang tebusan, meskipun hasil tes urin mereka menunjukkan negatif narkoba.

Dalam kasus ini, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp 2,5 miliar yang diduga merupakan hasil pemerasan terhadap 45 penonton. Kasus ini bukan hanya merugikan korban, tetapi juga mencoreng wajah institusi Polri di mata publik.

Sebagai hasil dari pemeriksaan dan proses hukum internal, Malvino dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sebelumnya, ia sempat menerima sanksi administratif berupa penempatan khusus selama enam hari dan mengajukan banding atas keputusan tersebut. Namun, pada 2 Januari 2025, KKEP memutuskan untuk memberhentikannya secara permanen.

Proses Hukum dan Hak Banding yang Diajukan

Meskipun keputusan sidang sudah diambil, ketiga anggota Polri yang dijatuhi PTDH masih memiliki hak untuk mengajukan banding sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa Polri akan memproses banding yang diajukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Brigjen Agus Wijayanto, Karowabprof Divpropam Polri, menambahkan bahwa dalam sidang banding, materi banding yang diajukan akan dipelajari dan diputuskan oleh komisi banding tanpa kehadiran pelanggar. Setiap anggota yang diberhentikan memiliki waktu 21 hari untuk mengajukan memori banding.

Proses banding ini akan sangat krusial dalam menentukan apakah hukuman yang dijatuhkan tetap berlaku atau apakah ada perubahan, dan sejauh mana keputusan tersebut mencerminkan komitmen Polri dalam menjalankan prinsip transparansi dan keadilan.

Kesimpulan: Langkah Tegas dalam Menegakkan Kode Etik Polri

Kasus pemerasan yang melibatkan AKBP Malvino Edward Yusticia, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, dan AKP Yudhy Triananta Syaeful menjadi sorotan besar publik. Tindakan mereka yang tidak hanya mencoreng nama baik Polri, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, memerlukan sanksi tegas sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum.

Keputusan PTDH ini menggambarkan bahwa Polri tidak akan mentolerir pelanggaran terhadap kode etik profesi dan akan mengambil langkah-langkah hukum yang tepat untuk memastikan disiplin di tubuh kepolisian tetap terjaga. Proses banding yang sedang berlangsung akan menjadi titik penting dalam menegakkan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Semoga, kejadian ini menjadi pelajaran bagi seluruh jajaran Polri dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *