KPK Periksa Bendahara Yayasan Terkait Kasus Korupsi Dana CSR Bank Indonesia dan OJK

images 1
4 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Selasa, 11 Maret 2025. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada Selasa (11/03/2025), KPK memanggil sejumlah saksi, termasuk Bendahara Yayasan Giri Raharja dan Bendahara Yayasan Guna Semesta Persada “Ponidin” untuk diperiksa.

Yayasan Giri Raharja, yang diketuai oleh anggota DPR RI Heri Gunawan sejak 1999, menjadi salah satu pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan dana CSR ini. Selain Ponidin, KPK juga memeriksa sejumlah individu lainnya yang terkait, seperti Ketua Pengurus Yayasan Al Fadilah Panongan Palimanan, Nia Nur Rohmah; staf rumah aspirasi Heri Gunawan, Wagino; serta Ketua Yayasan Giri Raharja dan Yayasan Guna Semesta Persada, Andri Sopiandi, dan pensiunan PNS Tony Hartus.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan ini adalah bagian dari proses penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam penyaluran dana CSR yang tidak sesuai dengan peruntukannya. “Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dana CSR di Bank Indonesia,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan modus operandi korupsi dalam kasus ini. Dana CSR yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial, seperti bantuan kepada masyarakat kurang mampu, pembelian ambulans, dan bantuan pendidikan, ternyata tidak digunakan sesuai dengan tujuan tersebut. “Ada dugaan bahwa dana CSR ini disalurkan kepada penyelenggara negara melalui sejumlah yayasan, namun digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya,” ungkap Asep.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa dana yang dialirkan melalui yayasan-yayasan tertentu ini diduga disalurkan berdasarkan rekomendasi dari anggota DPR. Namun, dalam beberapa transaksi, dana CSR tersebut diputar melalui beberapa rekening sebelum akhirnya berujung ke rekening pribadi atau institusi yang berkaitan dengan anggota DPR. “Ada yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening lain. Dari situ dana tersebut menyebar, namun akhirnya terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang mewakili penyelenggara negara ini,” jelasnya.

Modus lainnya, meskipun dana CSR digunakan untuk sejumlah kegiatan sosial, seperti renovasi rumah tidak layak huni (rutilahu), beasiswa, dan layanan kesehatan, jumlah penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh BI atau OJK.

KPK kini sedang fokus pada pengumpulan bukti-bukti lebih lanjut untuk menuntaskan kasus ini, dengan harapan dapat memberikan kejelasan dan menegakkan hukum agar dana sosial yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Kasus ini semakin menarik perhatian publik, karena melibatkan jaringan yang cukup luas, termasuk pengaruh anggota DPR dalam proses penyaluran dana. KPK berjanji untuk terus mengusut tuntas kasus ini hingga ditemukan titik terang. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *