Jakarta – Seputar Jagat News. Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkap adanya indikasi praktik suap dan gratifikasi dalam kasus pemalsuan surat terkait lahan pagar laut di kawasan Tangerang, Banten. Kasus ini menyeret nama Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, sebagai salah satu tersangka utama.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan temuan ini dalam keterangan pers di kantor Kejaksaan Agung pada Senin, 5 Mei 2025. Menurut Harli, selain indikasi gratifikasi, pihaknya juga menemukan dugaan pemalsuan dokumen resmi yang digunakan untuk menguasai lahan secara tidak sah.
“Kita menemukan ada indikasi suap dan/atau gratifikasi. Selain itu, juga ditemukan indikasi pemalsuan buku-buku dan dokumen,” ujar Harli.
Lebih lanjut, Harli menjelaskan bahwa tugas jaksa penuntut umum dalam perkara ini adalah menelaah berkas penyidikan yang dilimpahkan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Namun, temuan dalam berkas tersebut mengarah pada dugaan kerugian negara, sehingga Kejagung menilai bahwa kasus ini seharusnya tidak hanya dikategorikan sebagai tindak pidana umum.
Berdasarkan fakta hukum yang dihimpun dari berkas penyidikan, jaksa penuntut umum menilai bahwa kasus ini telah memenuhi unsur tindak pidana khusus, yakni korupsi. Oleh karena itu, Kejagung memberikan catatan kepada penyidik agar memperluas penyidikan dengan menggunakan pasal-pasal tindak pidana korupsi.
“Kita melihat dalam berkas itu, seharusnya penyidik tidak hanya menggunakan pasal-pasal pidana umum, tapi juga pasal dalam tindak pidana korupsi,” tegas Harli.
Ia menambahkan bahwa pandangan tersebut bukan karena adanya dorongan subjektif dari Kejagung, melainkan murni berdasarkan bukti-bukti yang telah diserahkan penyidik dan tertera dalam berkas perkara.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah tiga kali menerima pelimpahan berkas perkara dari Bareskrim Polri, terakhir pada 28 April 2025. Namun hingga saat ini, jaksa masih mempelajari isi berkas dan belum menyatakan sikap resmi. Pelimpahan berkas yang berulang kali ditolak disebabkan karena Bareskrim belum menyentuh aspek dugaan korupsi dalam kasus ini.
Akibatnya, proses penyidikan terhambat dan menyebabkan penahanan empat tersangka, termasuk Kades Kohod Arsin bin Asip, harus ditangguhkan.
Dalam perkara ini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain Arsin, ada UK yang menjabat sebagai Sekretaris Desa Kohod, serta dua pihak lain, SP dan CE, yang berperan sebagai penerima kuasa. Mereka diduga bersekongkol untuk memalsukan sejumlah dokumen penting demi mengklaim lahan secara ilegal.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, para tersangka membuat surat-surat palsu seperti girik, surat penguasaan fisik tanah sporadik, surat keterangan tanah, dan surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat.
“Keempatnya telah bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah sporadik, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod, dan dokumen lainnya,” jelas Djuhandhani.
Pemalsuan ini diduga dilakukan sejak Desember 2023 hingga November 2024. Tak tanggung-tanggung, nama-nama warga Desa Kohod bahkan dicatut untuk memproduksi 263 surat palsu guna mengklaim kepemilikan atas lahan pagar laut di Tangerang.
Dengan temuan indikasi korupsi yang cukup kuat, Kejaksaan Agung kini menantikan pelengkapan berkas perkara oleh Bareskrim Polri sesuai arahan jaksa. Perkembangan kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat melibatkan oknum aparat desa dan menyangkut potensi kerugian negara.
Penyelesaian kasus ini diharapkan dapat menjadi preseden tegas dalam penanganan korupsi di tingkat pemerintahan desa yang sering kali luput dari pengawasan. Proses hukum masih berjalan, dan masyarakat menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum demi tegaknya keadilan. (Red)