Direktur Nonaktif JakTV, Tian Bahtiar, Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan Dewan Pers Terkait Kasus Perintangan Penyidikan

6806a7fc3173c
8 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. 10 Mei 2025, Direktur Pemberitaan JakTV nonaktif, Tian Bahtiar, tidak memenuhi panggilan pemeriksaan Dewan Pers meskipun telah dipanggil dua kali untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus perintangan proses hukum oleh Kejaksaan Agung. Ketidakhadiran Tian menjadi sorotan karena kasus ini menyangkut dugaan pemufakatan jahat dalam pemberitaan yang berkaitan dengan tiga kasus besar: dugaan korupsi PT Timah, impor gula, dan suap ekspor crude palm oil (CPO).

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan ruang klarifikasi yang layak kepada Tian, namun ia tetap tidak hadir.

“Dewan Pers telah dua kali memberikan kesempatan kepada Tian Bahtiar untuk memberikan klarifikasi, namun yang bersangkutan tidak hadir,” ujar Ninik dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).

Sebagai catatan, saat ini Tian tidak lagi ditahan di rumah tahanan, melainkan berstatus sebagai tahanan kota karena alasan kesehatan. Sementara itu, pihak manajemen JakTV sudah memberikan klarifikasi kepada Dewan Pers pada 30 April 2025, dan sebelumnya Kejaksaan Agung juga memberikan penjelasan pada 24 April 2025.

Dalam pemeriksaan yang telah dilakukan, Dewan Pers menemukan bahwa Tian tidak hanya menjabat sebagai Direktur Pemberitaan, tetapi juga merangkap sebagai tenaga marketing di JakTV. Kondisi ini diperparah oleh kekurangan personel di stasiun televisi tersebut, yang kini hanya dioperasikan oleh sembilan orang untuk menangani bidang redaksi dan usaha. Akibatnya, produksi berita di JakTV sempat dihentikan.

“Produksi berita ditiadakan karena kekurangan personel,” ungkap Ninik.

Pemeriksaan juga mengungkap bahwa kerja sama Tian Bahtiar dengan dua advokat tersangka—Marcella Santoso dan Junaedi Saibih—bersifat pribadi dan tidak mewakili institusi JakTV. Hal ini diperkuat oleh tidak adanya kontrak tertulis antara para pengacara dengan pihak JakTV.

“Dalam kerja sama tersebut, JakTV hanya bertanggung jawab untuk meliput dan menyiarkan melalui televisi, artikel di website, dan media sosial JakTV. Kerja sama itu tidak dituangkan dalam kontrak tertulis,” jelas Ninik.

Kerja sama tersebut berbentuk produksi program seminar sebanyak empat kali tayang di JakTV. Namun, seluruh konsep dan materi seminar dirancang oleh para pengacara sebagai klien, tanpa melalui mekanisme rapat redaksi. Konten yang ditayangkan pun disusun dan dikontrol langsung oleh pihak luar, bukan oleh tim jurnalistik JakTV.

“Konten, narasumber, dan hal-hal berkenaan pelaksanaan seminar dikelola sepenuhnya oleh mitra (Marcella dan Junaedi) dan kemungkinan bersama Tian,” imbuh Ninik.

Atas dasar tersebut, Dewan Pers menyimpulkan bahwa konten yang diproduksi melalui kerja sama ini tidak memenuhi standar kerja jurnalistik, karena tidak melalui proses editorial yang sesuai. Oleh karena itu, kasus ini berada di luar kewenangan Dewan Pers, karena melibatkan kerja sama personal yang tidak berkaitan dengan perusahaan pers secara formal.

Dalam proses penyebaran narasi negatif terhadap Kejagung, para tersangka juga mengerahkan 150 buzzer yang dikoordinasi oleh M. Adhiya Muzakki, yang juga menjadi tersangka. Tian sendiri menerima Rp 478,5 juta untuk perannya dalam produksi dan penyiaran konten-konten terkait.

Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka utama dalam kasus ini, yaitu:

  1. Marcella Santoso (MS) – Advokat
  2. Junaedi Saibih (JS) – Advokat
  3. Tian Bahtiar (TB) – Direktur Pemberitaan JakTV nonaktif
  4. M. Adhiya Muzakki (MAM) – Koordinator tim buzzer/cyber army

Adhiya diketahui menerima total Rp 864,5 juta dari Marcella, sementara Tian menerima Rp 478,5 juta. Para tersangka diduga kuat menyusun narasi negatif untuk menjatuhkan Kejagung dan menghalangi proses penanganan perkara hukum.

Ketidakhadiran Tian dalam pemeriksaan Dewan Pers memunculkan tanda tanya besar terkait pertanggungjawaban moral dan etik dalam praktik media. Sementara proses hukum berjalan, publik menanti kejelasan lebih lanjut atas keterlibatan media dalam praktik penggiringan opini yang melibatkan kekuatan politik dan hukum. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *