BANDUNG – Seputar Jagat News. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara terbuka mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini menanggung utang iuran BPJS Kesehatan sebesar lebih dari Rp 334 miliar. Angka fantastis ini mencuat sebagai akibat dari kelalaian dalam proses perencanaan anggaran sebelumnya.
Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui akun Instagram resminya, @dedimulyadi71, pada Sabtu (21/6/2025), Dedi menyayangkan fakta bahwa kewajiban pembayaran iuran BPJS tidak dianggarkan secara prioritas dalam belanja daerah.
“BPJS Provinsi Jawa Barat itu besarannya Rp334 miliar lebih. Mungkin ini dulu lupa untuk dianggarkan sehingga belanjanya lebih mementingkan belanja-belanja yang lain,” ujarnya.
Menindaklanjuti persoalan ini, Dedi menegaskan bahwa pembayaran tunggakan akan dimuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2025. Ia telah memberi instruksi langsung kepada jajaran pejabat kunci, termasuk Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD, Kepala Bappeda, dan Kepala Dinas Kesehatan, agar menjadikan utang BPJS sebagai salah satu fokus dalam penyusunan anggaran perubahan.
Namun, kebijakan ini tentu memiliki implikasi serius. Untuk menutupi kekurangan anggaran, Pemprov Jabar harus melakukan rasionalisasi dan memangkas pos-pos belanja yang tidak penting, terutama yang tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
Lebih jauh, Dedi menegaskan arah baru kebijakan fiskal di bawah kepemimpinannya. Mulai tahun ini, belanja daerah akan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, irigasi, listrik, dan air bersih.
“Kita fokus pada apa yang maenad kebutuhan dasar masyarakat: terpenuhinya sarana dan prasarana pendidikan, infrastruktur jalan dan irigasi, listrik dan air bersih, serta kesehatan,” tegasnya.
Dalam pernyataannya yang sarat kritik terhadap gaya hidup birokrasi, Dedi juga mengimbau para kepala daerah se-Jawa Barat untuk mengalokasikan anggaran perubahan bagi sektor layanan kesehatan, khususnya jaminan pelayanan BPJS.
“Apa artinya kita makan di hotel, rapat di hotel, tidur di hotel, kalau rakyat di rumah sakit menangis dan tidak bisa dilayani karena BPJS-nya belum dibayar?” katanya dengan nada tegas.
Dedi bahkan menekankan dimensi moral dari tanggung jawab ini.
“Apalagi kalau sampai meninggal karena tidak adanya pelayanan. Kita berdosa terhadap itu semua,” pungkasnya.
Pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi ini bukan hanya menjadi refleksi atas persoalan anggaran masa lalu, tapi juga menjadi peringatan keras akan pentingnya transparansi, efisiensi, dan prioritas terhadap hak dasar masyarakat dalam setiap kebijakan publik, khususnya di bidang kesehatan. (Red)