JAKARTA – Seputar Jagat News. Meski status hukum Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi berubah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025—di mana mereka tak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara—Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan bahwa para pejabat BUMN tetap dapat dikenakan pidana korupsi jika terbukti melakukan tindak pidana tersebut.
Pernyataan ini menjadi tanggapan penting atas polemik pasal 9G UU BUMN yang baru, yang menyebut secara eksplisit bahwa:
“Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”
Menurut Johanis Tanak, klasifikasi hukum status seseorang bukan satu-satunya dasar pemrosesan tindak pidana korupsi. Lebih penting adalah konteks dan substansi perbuatan hukum yang dilakukan.
“Dapat tidaknya direksi dan komisaris BUMN diproses dalam Tipikor, tentunya tergantung pada konteks perbuatannya. Kalau perbuatannya terindikasi sebagai koruptor, tentunya dapat diproses menurut UU Tipikor,” ujar Tanak, Selasa (6/5/2025).
Ia juga menambahkan bahwa siapapun bisa dijerat hukum jika memenuhi unsur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tanpa harus berstatus sebagai penyelenggara negara.
“Masyarakat non pegawai penyelenggara negara pun dapat diproses menurut ketentuan UU Tipikor sepanjang perbuatannya memenuhi unsur perbuatan Tipikor,” lanjutnya.
Tanak menegaskan bahwa perubahan status hukum dalam UU No. 1 Tahun 2025 tidak berlaku surut terhadap perkara yang terjadi sebelum undang-undang itu diberlakukan.
“Peristiwa hukum yang terkait dengan Tipikor yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 2025 masih bisa diproses sesuai ketentuan UU Tipikor,” tegasnya.
Pernyataan ini memperjelas bahwa kasus-kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat BUMN sebelum UU BUMN terbaru disahkan tetap bisa dijerat menggunakan aturan lama.
Johanis Tanak menepis anggapan bahwa UU BUMN yang baru dapat menghambat upaya penegakan hukum. Ia menyatakan, tidak ada satu pun ketentuan dalam undang-undang tersebut yang melarang aparat penegak hukum (APH) untuk memproses hukum anggota direksi atau komisaris BUMN jika melakukan korupsi.
“Tidak ada satu pasal pun dalam UU No. 1 Tahun 2025 yang melarang APH untuk melakukan proses hukum terhadap Organ BUMN (Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas) yang melakukan Tipikor,” kata Tanak.
UU Nomor 1 Tahun 2025 merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Salah satu poin krusial dari revisi ini adalah menghapus status penyelenggara negara dari para pejabat BUMN, yang dalam regulasi sebelumnya dijadikan dasar hukum KPK untuk memproses mereka jika diduga melakukan korupsi.
Kondisi ini sempat memicu kekhawatiran berbagai kalangan terkait efektivitas KPK dalam mengusut dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di lingkungan BUMN, yang selama ini dikenal sebagai sektor strategis dengan pengelolaan dana publik berskala besar. (Red)