Mantan Anak Buah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan Tak Jadi Dipecat: Demosi 8 Tahun dan Dugaan Suap Hakim Rp2 Miliar Mengemuka

download 10 1
9 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Sebuah fakta mengejutkan kembali mencuat dari pusaran kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Mantan anak buah Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, yang sebelumnya telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), kini diketahui tidak jadi dipecat dari institusi Polri.

Sebaliknya, Hendra hanya dijatuhi sanksi demosi selama 8 tahun, sebuah keputusan yang muncul setelah ia mengajukan banding terhadap putusan sidang etik yang digelar di Mabes Polri pada 31 Oktober 2022.

Hendra Kurniawan sempat divonis oleh majeli hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 Februari 2023 dengan hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp20 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis tersebut dijatuhkan karena Hendra terbukti melakukan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

Namun, meski sempat dijatuhi sanksi pemecatan oleh Komisi Kode Etik Polri, putusan PTDH tersebut dibatalkan setelah Hendra mengajukan banding. Dalam hasil banding tersebut, ia hanya dijatuhi hukuman demosi dan tetap tercatat sebagai anggota Polri, meski tidak diberi jabatan apa pun selama masa hukuman berlangsung.

Hal ini diungkap langsung oleh sang istri, Seali Syah, melalui akun Instagram pribadinya @sealisyah. Ia menyebut, “Masih (bisa kerja di Polri)… Gak jadi PTDH, tapi demosi 8 tahun atau 9 tahun, aku lupa.”

Dalam pernyataan blak-blakannya, Seali Syah juga membuka dugaan praktik suap dalam proses persidangan. Ia menuding hakim Djuyamto, yang saat itu menangani perkara obstruction of justice Hendra, meminta uang sebesar Rp2 miliar kepada suaminya untuk meringankan vonis. Namun, menurut Seali, Hendra menolak keras permintaan tersebut.

“Hakim Djuyamto ini, dia ada minta 2 meter alias 2 miliar!!! Apakah kita kasih? TIDAKKK!!!” tulis Seali di Instagram Story.

Ia menegaskan, keputusan untuk menolak suap merupakan bentuk prinsip dan integritas Hendra. “Lebih baik uang segitu diberikan ke anak yatim piatu dan jompo daripada sekadar kebebasan duniawi lewat sogokan,” tulisnya.

Ironisnya, hakim Djuyamto kini sendiri menjadi tersangka kasus suap ekspor crude palm oil (CPO) yang ditangani Kejaksaan Agung. Ia diduga menerima Rp6 miliar dalam perkara terpisah, menambah keraguan atas integritas hukum dalam kasus Hendra.

Seali Syah juga menyampaikan bahwa dalam putusan hukum terhadap suaminya, tidak ada satupun keterangan ahli yang dijadikan pertimbangan, termasuk keterangan dari ahli pidana, ahli bahasa, maupun saksi staf yang mengetahui aktivitas Hendra.

Ia menyebut, satu-satunya keterangan yang dijadikan dasar dalam putusan adalah milik AKBP Arif Rahman, yang kini juga disebut terjerat kasus suap dan didampingi advokat Marcella Santoso.

“Padahal banyak yang lebih krusial, cuman gak diviralin aja, gak didemosi sepanjang ini,” ungkap Seali.

Meski memiliki sejumlah bukti baru, termasuk video permintaan maaf dari saksi yang mengaku dipaksa memberi kesaksian palsu, Hendra memutuskan tidak mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Seali menyebut, selain karena masa pidana Hendra telah habis pada Mei 2025, mereka juga enggan menyeret kembali pihak-pihak kecil yang telah terlibat.

“Kasihan mereka katanya, cuma pangkat rendah yang sedang sesat. Time will tell kata Ayah,” tulis Seali.

Setelah menjalani hukuman penjara, Hendra Kurniawan resmi bebas bersyarat sejak 2 Agustus 2024. Saat ini, ia kembali menjalani kehidupan sebagai anggota Polri tanpa jabatan resmi dan masih menjalani masa demosi yang akan berlangsung selama 8 tahun ke depan.

Istrinya, yang juga seorang pengacara, menyatakan tekad untuk membersihkan nama baik suaminya meski tidak melalui jalur hukum.

“Everday is a holiday. Walaupun gak bisa naik yacht atau plesiran mewah, yang penting bersih,” ujarnya sambil menyindir sejumlah pejabat yang dinilai menikmati “jabatan basah”.

Kasus ini menambah daftar panjang problematika integritas dan transparansi dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam perkara yang melibatkan aparat dan penegak hukum sendiri. Dengan semakin terbukanya suara-suara dari pihak terdampak, publik kini menanti langkah korektif dari institusi-institusi terkait.

(Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *