Jakarta – Seputar Jagat News. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan akan menyelidiki alasan di balik keputusan Polri menangguhkan penahanan Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, dan tiga orang lainnya yang terjerat kasus dugaan pemalsuan surat tanah terkait lahan pagar laut di Tangerang. Penangguhan penahanan ini dilakukan karena masa penahanan para tersangka telah mencapai batas maksimal di tahap penyidikan.
Penangguhan resmi berlaku sejak Rabu, 24 April 2025, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro. Menurutnya, keputusan tersebut merujuk pada ketentuan KUHAP yang mengatur batas maksimal penahanan dalam proses penyidikan adalah 60 hari.
“Sehubungan sudah habisnya masa penahanan maka penyidik akan menangguhkan penahanan kepada keempat tersangka sebelum tanggal 24 April,” kata Djuhandhani dalam keterangan resminya.
Menanggapi hal ini, Komisioner Kompolnas Choirul Anam menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami alasan di balik penangguhan tersebut. Kompolnas ingin memastikan bahwa tindakan yang diambil oleh penyidik Bareskrim sudah sesuai prosedur dan tidak melanggar prinsip akuntabilitas.
“Kami akan cek dulu statusnya kayak apa. Apakah masa tahanannya habis atau bukan,” ujar Anam saat dihubungi, Jumat (25/4/2025).
Anam menjelaskan bahwa jika masa penahanan memang telah habis, maka penangguhan adalah langkah wajib sesuai aturan hukum. Namun, bila belum melewati tenggat waktu, maka perlu dijelaskan alasan lain yang mendasari kebijakan tersebut. Ia menekankan bahwa keputusan menyangkut penahanan harus memperhatikan potensi risiko, seperti kemungkinan tersangka melarikan diri.
Tak hanya itu, Anam juga menyoroti dinamika bolak-baliknya berkas perkara antara Dittipidum Bareskrim dan Kejaksaan Agung, yang menandakan adanya catatan penting dari pihak jaksa. Ia menekankan pentingnya transparansi terhadap publik mengenai substansi perkara dan kendala yang dihadapi masing-masing lembaga penegak hukum.
“Akuntabilitas di penegak hukum, baik di kepolisian maupun Kejaksaan Agung, harus ditunjukkan. Transparansi ini penting agar publik bisa menilai apakah penanganan kasus sudah sesuai dengan ekspektasi keadilan,” lanjut Anam.
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan dokumen pertanahan di wilayah pagar laut, Tangerang. Empat orang tersangka, termasuk Kades Kohod, diduga telah membuat dan menggunakan berbagai dokumen palsu untuk mengklaim tanah, antara lain:
- Girik
- Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah sporadik
- Surat pernyataan tidak sengketa
- Surat keterangan tanah
- Surat keterangan pernyataan kesaksian
- Surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat
Aksi pemalsuan ini terjadi dalam rentang waktu Desember 2023 hingga November 2024, dan bertujuan untuk memperlancar proses sertifikasi lahan.
Dalam proses penyidikan, Bareskrim telah menyerahkan berkas ke Kejaksaan Agung. Namun, berkas tersebut dikembalikan dengan instruksi agar penyidik mendalami unsur dugaan korupsi, khususnya yang diduga melibatkan Arsin.
Kompolnas menyatakan, penanganan perkara seperti ini harus berjalan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab mengingat sorotan publik yang tinggi terhadap potensi konflik agraria dan penyalahgunaan kewenangan aparat desa.