Kepala Sekolah SMPN 3 Kota Depok Diduga Terlibat Kasus Korupsi Dana BOS

WhatsApp Image 2025 03 08 at 09.42.55 dda39d5d
8 / 100

Depok – Seputar jagat News. Sabtu, 8 Maret 2025. Isu serius mencuat terkait dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang melibatkan Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Kota Depok, Eti Kuswandarini. Dalam penelusuran awak media, ditemukan ketidaksesuaian antara penggunaan anggaran dan laporan yang disampaikan oleh pihak sekolah, yang diduga dapat berpotensi melanggar ketentuan dalam undang-undang tindak pidana korupsi.

SMP Negeri 3 Kota Depok, yang berlokasi di Jalan Barito Raya Nomor 3, RT 01 RW 09, Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, pada tahun 2022 menerima total dana BOS sebesar Rp 1.626.767.100 untuk mendukung operasional 1.334 siswa. Dana tersebut dicairkan dalam tiga tahap, yakni tahap pertama sebesar Rp 488.244.000 pada 21 Maret 2022, tahap kedua sebesar Rp 650.279.100 pada 3 Juni 2022, dan tahap ketiga sebesar Rp 488.244.000.

Dalam penggunaannya, sejumlah dana dialokasikan untuk pengembangan perpustakaan yang tercatat sebesar Rp 233.507.200 pada tahun 2022, dengan rincian pada tahap pertama sebesar Rp 58.910.000, tahap kedua Rp 170.637.200, dan tahap ketiga sebesar Rp 3.960.000. Selain itu, terdapat juga pembayaran honorarium yang totalnya mencapai Rp 55.800.000 sepanjang tahun 2022, yang dibagi dalam tiga tahap.

Namun, keterangan yang diberikan oleh Kepala Sekolah Eti Kuswandarini pada 26 Februari 2025 mengundang keheranan. Ketika ditanya mengenai status pembayaran honor untuk guru honorer di sekolah tersebut, Eti menjelaskan bahwa honor tersebut dibayar melalui dana APBD Kota Depok dan sebagian melalui infaq masjid, yang jelas bertentangan dengan laporan penggunaan dana BOS yang telah dipertanggungjawabkan.

“Honor yang dibayarkan kepada guru agama Kristen di SMPN 3 Depok, yaitu Yosua dan Rahel, sebagian besar diambil dari dana BOS Tahun anggaran 2023 dan 2024 sebesar Rp 1,2 juta,” ujar Eti. Hal ini menciptakan keraguan besar, karena penggunaan dana BOS untuk honorarium yang tidak tercatat secara jelas dapat diduga sebagai bentuk penyalahgunaan.

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian yang mencolok dalam penggunaan anggaran pengembangan perpustakaan. Dari laporan yang diperoleh, pada tahun 2022, anggaran untuk pengadaan buku mencapai Rp 233.507.200. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh dari petugas perpustakaan, hanya sekitar Rp 200.100.000 (1.334 siswa x Rp. 150.000. per paket buku per siswa kurikulum merderka harga rata-rata) yang digunakan untuk membeli buku, meninggalkan selisih sebesar Rp 33.407.200. Kejanggalan serupa juga ditemukan pada tahun 2023, di mana dari anggaran pengembangan perpustakaan sebesar Rp 340.998.900, hanya sekitar Rp 42.705.000 yang digunakan untuk membeli buku (revisi buku English 415, IPA 415, IPS 415, PKN 415, Agama 357, Bahasa Indonesia 415 dan TIK 415. Jumlah keseluruhan buku yang dibeli menurut catatan D sebanyak 2.847 X harga rata-rata Rp. 15.000 per buku), meninggalkan selisih yang sangat signifikan yakni Rp 298.293.900.

Selanjutnya, pada tahun 2024, SMPN 3 Kota Depok kembali menerima dana BOS sebesar Rp 1.654.380.000 yang dialokasikan untuk pengembangan perpustakaan dan pojok baca sebesar Rp 353.367.500. Namun, tidak ada kejelasan mengenai pembelian buku atau materi yang dibiayai dari anggaran tersebut sesuai penjelasan D sebagai Kepala Perpustakaan.

Dan untuk pembayaran Honor dianggarkan di tahap 1 sebesar Rp 14.100.000 dan tahap 2 sebesar Rp16.650.000. Kumlah keseluruhan sebesar Rp 30.750.000, namun yang digunakan hanya sebesar (12 bulan X Rp1,2 = Rp.14.400.000) terdapat selisih sebesar Rp 16.350.000

Hal ini menciptakan keraguan dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberlanjutan pengelolaan dana BOS di SMPN 3 Kota Depok, terutama terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan laporan yang diajukan.

Menanggapi hal tersebut, SNW, seorang penggiat anti-korupsi di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa jika benar adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan dana BOS seperti yang dijelaskan oleh kepala sekolah dan petugas perpustakaan, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum (Dugaan pelanggaran Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 JO Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Perubahan Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). “Pengeluaran untuk pembayaran honor yang tidak sesuai dengan yang dianggarkan, serta ketidaksesuaian dalam pengadaan buku, berpotensi mengarah pada pemalsuan pertanggungjawaban. Ini bisa masuk dalam ranah pidana korupsi,” ungkap SNW.

Penggiat anti-korupsi ini juga meminta agar aparat penegak hukum di Kota Depok segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana BOS ini secara tuntas. “Saya berharap aparat penegak hukum segera bertindak dan melakukan penyelidikan menyeluruh terkait penggunaan dana BOS yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambah SNW.

Dengan temuan-temuan ini, masyarakat berharap agar masalah ini segera ditindaklanjuti dengan transparansi dan akuntabilitas yang jelas agar tidak merusak integritas pengelolaan pendidikan di Kota Depok. Seiring berjalannya waktu, pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana BOS menjadi hal yang sangat penting guna mencegah terjadinya potensi penyalahgunaan dana yang dapat merugikan publik dan dunia pendidikan.

(Sumber: RF/DS/HSN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *