Semarang – Seputar Jagat News. Rabu, 27 November 2024. Kabar terbaru mengenai penembakan seorang siswa SMK di Semarang, Jawa Tengah, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait sikap tertutup dari keluarga korban. Terlebih, beberapa pihak yang berusaha memberikan bantuan, terutama dalam hal pendampingan hukum, merasa kesulitan karena keluarga korban memilih untuk tidak memberikan keterangan lebih lanjut. Di sisi lain, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengungkapkan kecurigaan mereka terkait adanya dugaan rekayasa oleh pihak kepolisian.
Penembakan yang menewaskan seorang remaja berinisial GRO (17) ini terjadi pada awal pekan lalu. Ketika tim dari LBH mencoba mengonfirmasi kejadian tersebut pada Senin (25/11/2024), keluarga korban, yang berduka, memilih untuk tetap bungkam dengan alasan masih dalam suasana berkabung. Mereka menyatakan akan memberikan keterangan setelah selesai menjalani masa berduka, menunjukkan adanya ketidakpastian terkait perkembangan informasi dari pihak keluarga.
Tidak hanya keluarga GRO, dua korban selamat, AD (17) dan SA (16), juga menunjukkan sikap serupa. Ketika pihak media dan LBH mengunjungi kediaman keluarga korban, mereka mendapat tanggapan serupa. Keluarga SA, yang diduga masih mengalami trauma berat akibat peristiwa tersebut, tidak bersedia memberikan pernyataan lebih lanjut. “SA ini jarang keluar malam. Kami terkejut dengan kejadian ini,” ungkap Ketua RT 4 RW 2 Kelurahan Tugu, Aris Widarto.
Di sisi lain, keluarga AD yang tinggal bersama neneknya, juga menunjukkan sikap serupa. Nenek korban menolak untuk diwawancarai. M Wakimin, Ketua RT 6 RW 5 Ngaliyan, menuturkan bahwa AD dikenal sebagai anak yang baik dan bahwa kejadian ini sangat mengejutkan mereka.
Kesulitan yang dialami oleh pihak LBH dalam memberikan bantuan hukum kepada keluarga korban semakin meningkat dengan sikap tertutup ini. Zainal Abidin, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (Petir) Jawa Tengah, mengungkapkan, “Kami ingin memberikan bantuan, tetapi keluarga korban belum membuka diri untuk bekerja sama.” Ia menambahkan, bahwa ia merasakan adanya upaya untuk menutupi kasus ini. “Kami hanya ingin melakukan pendampingan dan investigasi agar kasus ini terang benderang,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur LBH Semarang, Syamsuddin Arief, mengungkapkan kecurigaannya terhadap tindakan kepolisian dalam penanganan kasus ini. Menurutnya, polisi diduga terlibat dalam rekayasa kronologi kejadian yang pada akhirnya memunculkan kesan adanya tindakan extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum. “Benar, polisi melakukan rekayasa terhadap kejadian ini. Kronologi yang dibentuk seolah-olah menunjukkan tindakan extra judicial killing yang seharusnya tidak dapat dibenarkan,” ungkap Syamsuddin.
Syamsuddin lebih lanjut menyatakan bahwa korban yang tidak memiliki catatan kriminal atau kenakalan di sekolah, tiba-tiba dituduh sebagai anggota gangster yang sering terlibat tawuran dan membawa senjata tajam. “Kasus ini diarahkan seolah-olah berkaitan dengan tawuran, padahal sebenarnya ini bisa jadi adalah upaya polisi untuk melepaskan diri dari tanggung jawab dengan menuding korban sebagai bagian dari kelompok gangster yang dianggap meresahkan di Semarang,” lanjut Syamsuddin.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto, dengan tegas membantah adanya rekayasa dalam penanganan kasus ini. “Tidak ada rekayasa dalam kasus ini,” ujar Artanto dengan singkat.
Dengan munculnya berbagai pandangan ini, kasus penembakan yang menewaskan GRO dan melibatkan dua korban selamat, AD dan SA, menjadi semakin kompleks. Sementara keluarga korban tetap memilih untuk berdiam diri dalam suasana berduka, lembaga hukum dan masyarakat luas menanti klarifikasi lebih lanjut mengenai kejelasan dan kebenaran kronologi kejadian yang sebenarnya. (Red)