Jakarta – Seputar Jagat News. 10 Mei 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di tubuh PT Pertamina (Persero). Pada Jumat (9/5), penyidik memeriksa tujuh orang saksi untuk memperkuat pembuktian dalam perkara yang merugikan keuangan negara hingga Rp193,7 triliun ini.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulisnya.
Adapun ketujuh saksi yang diperiksa di antaranya berinisial ELD, HAL, ASP, AS, MRP, KS, dan MN. Meskipun identitas lengkap sebagian besar saksi belum diungkap, Harli menjelaskan bahwa:
- HAL merupakan Presiden Direktur PT Jakarta Tank Terminal,
- dan AS menjabat sebagai Manager Crude Black Oil Operation PT Pertamina International Shipping.
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi ini menjadi langkah penting dalam rangka mengungkap skema kompleks dugaan korupsi yang berlangsung selama periode 2018 hingga 2023 dan melibatkan sejumlah pejabat strategis di berbagai anak usaha Pertamina.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka berasal dari berbagai entitas anak usaha Pertamina hingga pihak swasta, antara lain:
- Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati (DW) – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo (GRJ) – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak
- Maya Kusmaya (MK) – Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga
- Edward Corne (EC) – VP Trading Operations
Dalam perkara ini, Kejagung menduga bahwa sejumlah penyelenggara negara bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah serta produk kilang. Kolusi ini terjadi secara sistematis dan melibatkan jaringan luas lintas entitas bisnis milik Pertamina dan mitra swasta.
Akibat sejumlah perbuatan melawan hukum tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian keuangan yang fantastis, yakni mencapai Rp193,7 triliun. Nilai ini menjadikan perkara ini sebagai salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah diungkap dalam sektor energi dan BUMN.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa penyidikan akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru, seiring pendalaman terhadap peran para saksi dan pengumpulan bukti-bukti tambahan. Pemeriksaan terhadap aktor-aktor kunci di industri minyak dan perkapalan juga terus dilakukan untuk mengurai simpul korupsi yang diduga telah berlangsung selama lima tahun itu.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi BUMN dan lembaga negara agar memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat dalam tata kelola bisnis strategis, terlebih yang berdampak langsung pada kedaulatan energi nasional. (Red)