Johanis Tanak: “Saya Akan Tutup OTT Jika Terpilih Sebagai Pimpinan KPK, Karena Tidak Sesuai Dengan KUHAP”

Screenshot 2024 11 19 185237
6 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Selasa, 19 November 2024. Dalam tes kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, yang saat ini menjabat Wakil Ketua KPK, mengungkapkan sikap kontroversialnya terkait operasi tangkap tangan (OTT). Tanak menyatakan bahwa, jika terpilih kembali menjadi pimpinan KPK, ia akan menutup praktik OTT yang selama ini menjadi salah satu senjata utama KPK dalam pemberantasan korupsi. Menurut Tanak, OTT bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan karenanya tidak dapat diterima sebagai metode yang sah dalam penegakan hukum.

Pernyataan ini disampaikan Tanak dalam sesi wawancara dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (19/11/2024), yang merupakan bagian dari seleksi calon pimpinan KPK untuk periode mendatang. Dalam kesempatan tersebut, Tanak dengan tegas menjelaskan pandangannya mengenai OTT yang sudah menjadi bagian dari kebijakan penindakan KPK selama ini.

OTT Tidak Sesuai dengan Definisi Hukum
Tanak mengawali penjelasannya dengan menyoroti ketidaktepatan konsep OTT yang dipraktikkan selama ini, yang menurutnya tidak sesuai dengan definisi yang termaktub dalam KUHAP. Menurut Tanak, OTT yang dilakukan oleh KPK selama ini cenderung melibatkan operasi yang sudah direncanakan, namun menurut pandangannya, “operasi” dalam konteks hukum seharusnya mengacu pada suatu tindakan yang dilakukan dengan persiapan yang matang dan sesuai prosedur yang jelas.

“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah ‘operasi’ ini merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh seorang profesional, seperti dokter yang harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang sebelum melakukan operasi medis. Sementara dalam konteks hukum, ‘tertangkap tangan’ menurut KUHAP adalah peristiwa yang terjadi seketika—pada saat pelaku sedang melakukan tindak pidana dan langsung ditangkap tanpa adanya perencanaan sebelumnya,” ujar Tanak.

Pandangan Hukum Tanak: OTT Tidak Tepat
Tanak menjelaskan lebih lanjut bahwa, berdasarkan pemahaman dan interpretasinya terhadap KUHAP, tindakan operasi yang dilakukan dalam OTT tidak sesuai dengan prinsip ‘tertangkap tangan’ yang diatur dalam hukum acara pidana. Tertangkap tangan mengacu pada kondisi di mana pelaku tindak pidana ditangkap pada saat ia sedang melakukan perbuatan pidana, tanpa adanya unsur perencanaan atau persiapan yang disengaja. Dalam konteks ini, Tanak menegaskan bahwa OTT yang dilakukan oleh KPK lebih mirip dengan suatu operasi yang terencana, dan dengan demikian, tidak sejalan dengan ketentuan KUHAP yang mengutamakan tindak pidana yang langsung terjadi.

“OTT itu tidak tepat, karena menurut hemat saya, itu tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP. Kita harus mengikuti prinsip hukum yang berlaku, yang menekankan pada keadilan prosedural dan prinsip hukum acara pidana yang sah,” tegas Tanak.

Kontroversi dan Sikap Tegas Tanak terhadap OTT
Sikap Tanak mengenai OTT bukanlah hal baru, karena sebelumnya ia juga telah menyampaikan pandangan ini kepada sesama pimpinan KPK. Meskipun ia menyatakan bahwa mayoritas pimpinan KPK saat ini masih menganggap OTT sebagai bagian dari tradisi penindakan, Tanak tetap teguh pada keyakinannya bahwa hal tersebut tidak dapat dibenarkan dari sisi hukum.

“Saya sudah menyampaikan pandangan pribadi saya kepada teman-teman pimpinan KPK yang lain. Walaupun mereka lebih banyak yang berpendapat bahwa OTT sudah menjadi tradisi, saya tetap merasa bahwa itu tidak sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku,” tambahnya.

Tanak pun menegaskan, jika ia terpilih menjadi pimpinan KPK, ia akan mengakhiri praktik OTT dan berusaha untuk mencari metode lain yang lebih sesuai dengan hukum acara pidana Indonesia.

“Saya akan tutup, saya akan close OTT, karena itu tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP. Jika saya terpilih, ini akan menjadi komitmen saya,” kata Tanak, yang disambut tepuk tangan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR yang hadir dalam tes tersebut.

Kritik dan Respons Publik terhadap OTT
Pernyataan Tanak ini langsung memicu beragam reaksi, baik dari kalangan internal KPK, pihak pemerintah, maupun masyarakat umum. Sebagian pihak mendukung pendapat Tanak, dengan alasan bahwa penegakan hukum yang dilakukan melalui OTT sering kali dianggap tidak memberikan kesempatan kepada tersangka untuk membela diri sesuai dengan prosedur yang diatur dalam KUHAP. Kritikus pun berpendapat bahwa OTT berpotensi melanggar hak-hak dasar tersangka, terutama dalam hal pembuktian dan prosedur penahanan.

Namun, ada juga pihak yang mempertanyakan sikap Tanak, terutama mengingat efektivitas OTT dalam memberantas korupsi di Indonesia yang selama ini sering kali menghadapi hambatan dalam sistem peradilan yang lamban. Mereka berpendapat bahwa OTT adalah instrumen yang diperlukan untuk menghadirkan bukti yang jelas dan segera, serta mencegah tindakan yang dapat merugikan negara.

Prospek Masa Depan Pemberantasan Korupsi
Dalam akhir pernyataannya, Tanak menekankan bahwa meskipun ia mengusulkan untuk menutup OTT, hal ini tidak berarti ia akan mengurangi upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Tanak menegaskan bahwa KPK akan tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi dengan cara yang sah dan sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan prosedural.

“Saya tetap akan berjuang untuk pemberantasan korupsi dengan cara yang lebih baik, dengan pendekatan yang lebih berbasis pada hukum yang adil dan sesuai dengan prosedur,” tutup Tanak.

Pernyataan ini memberikan gambaran bahwa Tanak berencana untuk memimpin KPK dengan pendekatan yang lebih hati-hati dan berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku, meskipun harus menghadapi tantangan dan kontroversi dalam penerapannya. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *