Jakarta – Seputar Jagat News. Rabu, 22 Januari 2025. Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, mengungkapkan rasa herannya terkait pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang terletak di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Menurut Titiek, keberadaan pagar yang dibangun di laut dengan panjang setara separuh dari panjang Jalan Tol Jagorawi tersebut memunculkan banyak tanda tanya, terutama mengenai pihak yang bisa membangun pagar laut semacam itu.
“Saya heran, siapa yang bisa membangun pagar sepanjang 30 km di laut? Itu kan setara dengan separuh panjang Jalan Tol Jagorawi. Lebih aneh lagi, pagar itu dibangun di laut, bukan di darat. Bukankah ini sulit untuk dilakukan?” ujar Titiek Soeharto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Selasa (21/1/2025).
Lebih lanjut, Titiek mengungkapkan bahwa Komisi IV DPR akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu (22/1/2025) mendatang untuk membahas lebih lanjut mengenai proyek pembangunan pagar laut tersebut. Selain itu, Komisi IV juga berencana untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi pagar laut yang kontroversial itu.
“Yang penting, masalah ini sudah berlangsung lama, hampir sebulan. Kok, sampai sekarang tidak ada kejelasan?” kata Titiek dengan nada tegas. Ia juga mendesak pemerintah untuk segera mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut tersebut, serta memastikan apakah ada hak guna bangunan (HGB) yang diterbitkan di atas lautan tersebut.
Pernyataan Titiek Soeharto ini mengacu pada temuan terbaru yang terungkap terkait adanya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan hak milik (SHM) yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang. Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid membenarkan bahwa memang terdapat sejumlah sertifikat yang diterbitkan di kawasan tersebut.
Nusron mengungkapkan, ada sebanyak 263 bidang yang memiliki SHGB, yang terbagi atas 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang lainnya atas nama perorangan. Selain itu, terdapat pula 17 bidang yang terbit dengan status SHM di kawasan pagar laut tersebut. “Kami mengakui bahwa ada sertifikat yang beredar di kawasan pagar laut tersebut. Lokasinya pun sesuai dengan temuan di aplikasi BHUMI, yaitu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” ujar Nusron dalam keterangan pers pada Senin (20/1/2025).
Temuan ini semakin menambah kontroversi seputar proyek pagar laut yang diyakini melibatkan banyak pihak, termasuk perusahaan-perusahaan besar. Pemerintah kini berada di bawah tekanan untuk segera mengungkap siapa yang memiliki hak atas kawasan laut tersebut dan bagaimana prosedur penerbitan sertifikat di wilayah yang secara hukum tidak dapat diterbitkan hak atas tanahnya.
Sebagai langkah lanjutan, Titiek Soeharto dan Komisi IV DPR mendesak agar pemerintah dan pihak terkait segera memberikan penjelasan yang transparan mengenai status hukum tanah di kawasan pagar laut ini. Ia juga menegaskan bahwa pengawasan yang lebih ketat terhadap penerbitan sertifikat tanah di kawasan laut sangat diperlukan untuk menghindari potensi penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena melibatkan tanah laut, yang sering kali menjadi kawasan yang rawan penyalahgunaan. Banyak pihak yang mempertanyakan dasar hukum terkait penerbitan sertifikat HGB dan SHM di atas laut, mengingat tanah laut tidak dapat diolah sebagaimana tanah di darat. Oleh karena itu, Titiek Soeharto menuntut agar pihak berwenang segera memeriksa dan mengusut tuntas persoalan ini.
“Semua pihak yang terlibat dalam proyek ini harus bertanggung jawab. Kami akan terus mendesak agar pemerintah memberikan klarifikasi dan melakukan penyelidikan terkait legalitas tanah ini,” pungkas Titiek. (Red)