Disindir “Bapak Tiri”, Dedi Mulyadi Dinilai Abaikan Warga Cirebon Timur Saat Peringatan Hari Jadi

6809fd237864d
3 / 100

Cirebon – Seputar Jagat News. Kunjungan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Kabupaten Cirebon dalam rangka peringatan Hari Jadi ke-543 tidak sepenuhnya disambut dengan antusias. Justru, muncul gelombang kekecewaan dari wilayah Cirebon Timur, yang merasa diabaikan dalam kunjungan orang nomor satu di Jawa Barat tersebut.

Sindiran paling tajam datang dari tokoh masyarakat Cirebon Timur, R. Hamzaiya S., yang menyebut bahwa kehadiran Dedi Mulyadi dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon pada Senin, 21 April 2025, hanya bersifat seremonial tanpa aksi nyata terhadap persoalan-persoalan mendesak yang tengah dihadapi masyarakat.

“Saat kunjungan Kang Dedi ke Cirebon itu kan banyak persoalan, tidak hanya jalan rusak. Beliau datang juga di waktu bersamaan beberapa kecamatan terendam banjir,” ujar Hamzaiya, Jumat (25/4/2025).

Hamzaiya menuturkan, masyarakat Cirebon Timur sempat berharap besar pada kunjungan Gubernur, terutama karena Dedi dikenal sebagai pemimpin yang gemar turun langsung ke lapangan. Namun, harapan itu pupus ketika tak ada satupun agenda kunjungan ke wilayah terdampak banjir maupun jalan rusak.

“Kami menunggu dari pagi hingga sore, nyatanya Kang Dedi tidak ada agenda meninjau jalan-jalan rusak di Cirebon Timur. Entah apa alasannya, ini jelas bertolak belakang dengan kebiasaan beliau di daerah lain,” ucapnya kecewa.

Menurut Hamzaiya, ketidakhadiran Gubernur di wilayah terdampak bencana membuat sebagian warga merasa “dianaktirikan” oleh pemerintah provinsi. Ketimpangan perhatian ini pun memunculkan julukan sinis: “Bapak Tiri”, sebagai sindiran terhadap slogan populer Dedi Mulyadi yakni “Bapak Aing” (Bapaknya Saya).

“Slogan ‘Bapak Aing’ kembali dipertanyakan atas tindakan Kang Dedi yang bertolak belakang ini. Apa mungkin untuk di Cirebon Timur, Kang Dedi Mulyadi itu ‘Bapak Tiri’?” sindir Hamzaiya.

Padahal dalam pidatonya saat menghadiri perayaan Hari Jadi Cirebon, Dedi Mulyadi menyampaikan visi besar untuk menjadikan Cirebon sebagai “Jogjanya Jawa Barat”, dengan penguatan identitas budaya lokal, pengembangan kuliner dan fesyen, hingga penataan kawasan kota tua.

“Bayangkan, ketika orang masuk ke Cirebon, mereka merasa masuk ke sebuah kota lama yang penuh dengan cerita,” ucap Dedi dalam pidatonya.

Namun visi besar itu dinilai tak menyentuh persoalan konkret masyarakat akar rumput, terutama di bagian timur Cirebon yang justru sedang menghadapi infrastruktur rusak dan banjir.

Sindiran “Bapak Tiri” dari tokoh lokal ini mencerminkan keresahan sebagian masyarakat yang merindukan kehadiran pemimpin tak hanya dalam bentuk pidato, tapi juga tindakan nyata.

Kini, publik menanti apakah Gubernur Dedi Mulyadi akan merespons suara dari Cirebon Timur dengan langkah konkret, atau justru membiarkan kekecewaan itu terus tumbuh di wilayah yang merasa seperti anak yang tak diakui. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *