Dirut PT Timah Diminta Bertindak Tegas, Muncul Dugaan Prioritas Tak Wajar Mitra SPK di Laut Puri Ansel

Screenshot 2025 05 08 104024
8 / 100

Sungailiat – Seputar Jagat News. Kisruh legalitas pertambangan laut di wilayah kerja PT Timah Tbk kembali memanas. Kali ini, polemik mencuat di wilayah perairan Sungailiat, tepatnya di depan kawasan wisata Puri Ansel/Batavia DU 1548, menyusul dugaan adanya praktik pilih kasih dalam penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) bagi Mitra PIP (Penambangan Inkonvensional Produksi).

Permasalahan mencuat ketika sejumlah CV yang telah mengajukan SPK menyatakan tidak mendapatkan izin kerja, sementara hanya satu perusahaan, CV. TIN (Timah Indo Nagari), yang memperoleh izin resmi dari PT Timah untuk beroperasi di wilayah tersebut. Diketahui, CV ini disebut-sebut milik seorang pengacara ternama di Bangka Belitung, saudara AK.

Sementara itu, informasi dari Kepala Wilayah Operasional Bangka Utara, Benny Hutahean, menyebutkan bahwa kuota SPK untuk wilayah tersebut telah habis. Ia juga menegaskan bahwa pihak yang bisa bekerja di area perairan depan Puri Ansel harus mendapatkan restu dari pemilik kawasan wisata, yaitu Sian Sugito.

“Jadi harus ada izin dari Sian Sugito selaku owner Puri Ansell baru bisa kerja di situ,” kata Benny.

Pernyataan ini menuai sorotan karena bertentangan dengan mekanisme resmi. Berdasarkan ketentuan internal PT Timah, penerbitan SPK seharusnya mengacu pada hasil verifikasi unit oleh tim WasTam (Pengawasan Tambang) PT Timah, dan salah satu syarat utamanya adalah dukungan masyarakat setempat—bukan izin dari pemilik kawasan wisata.

Akibat situasi ini, beberapa CV seperti CV JM, CV PB, CV TRM, dan CV RJM, meskipun telah dilakukan verifikasi unit PIP-nya, tidak bisa mendapatkan SPK dan tidak bisa bekerja di wilayah dekat Puri Ansel. Para pelaku usaha tambang tersebut merasa ada praktek prioritas tak wajar terhadap CV TIN, bahkan muncul dugaan adanya kepentingan tertentu yang membuat penambang lain dihalangi, kecuali mereka bersedia bergabung dalam binaan CV TIN.

Salah satu tokoh nelayan setempat, Amsal Pa Timbangi, mengungkapkan kekecewaannya saat ditemui awak media di rumahnya. Ia menyesalkan sikap inkonsisten pihak Puri Ansel yang sebelumnya bersama nelayan menolak seluruh bentuk kegiatan tambang laut, namun kini seolah memberikan izin kepada CV TIN untuk beroperasi.

“Saya heran. Dulu pihak Puri Ansel bersama kami nelayan menolak tambang laut, baik KIP maupun PIP. Tapi sekarang malah mengizinkan CV TIN menambang dekat kawasan wisatanya. Ini jelas membingungkan,” tegas Amsal.

Amsal juga menilai bahwa keputusan sepihak seperti ini rawan memicu konflik sosial, apalagi warga terdampak nyaris tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari kegiatan tambang tersebut.

Berdasarkan penelusuran awak media, CV TIN disebut mendapat jatah 15 unit PIP, padahal sebelumnya hanya disetujui 8 unit oleh kepala area Bangka Utara. Bahkan, pada awal kegiatan, beberapa ponton milik CV TIN sempat bekerja di luar wilayah izin usaha pertambangan (IUP), yakni di kawasan ponton tower ilegal.

Keresahan masyarakat kian meningkat karena dugaan bahwa pihak Puri Ansel justru lebih berkuasa dari PT Timah, dalam menentukan mitra kerja resmi di lokasi tersebut. Di sisi lain, pihak Puri Ansel dilaporkan merasa dirugikan oleh keberadaan TI Tower ilegal yang mencemari laut sekitar lokasi wisata mereka—meskipun ponton-ponton resmi milik mitra PIP juga beroperasi di lokasi yang berdekatan.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berusaha menghubungi pihak CV TIN untuk mendapatkan klarifikasi resmi terkait dugaan prioritas dan posisi sebagai satu-satunya mitra SPK PIP yang diizinkan bekerja di wilayah laut Puri Ansel. Namun, belum ada tanggapan.

Masyarakat berharap agar Direktur Utama PT Timah yang baru, pasca pergantian jajaran direksi dan komisaris dalam RUPSLB TINS pada 2 Mei 2025, mampu melakukan pembersihan terhadap praktik-praktik tidak sehat dalam tubuh perusahaan.

“Kalau ada oknum pejabat atau karyawan PT Timah yang main mata atau terima gratifikasi, sebaiknya segera dicopot dan diganti. Kami warga hanya jadi pelengkap saja. Dukungan kami ada, tapi kompensasi nol besar,” tutup Amsal dengan nada kecewa. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *