Dedi Mulyadi Tanggapi Kritik Penanganan Anak: Negeri Ini Tak Bisa Dibangun dengan Pertengkaran

Screenshot 2025 05 09 232953
8 / 100

JAKARTA – Seputar Jagat News. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, merespons tajam kritik dari para pengamat hak asasi manusia (HAM) dan pemerhati tumbuh kembang anak terkait kebijakan sosial yang ia terapkan di wilayahnya. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @dedimulyadi71, pada Jumat (9/5/2025), Dedi menyampaikan bahwa setiap langkah kebijakan yang ia ambil bertujuan untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi anak-anak, baik di rumah, sekolah, maupun ruang publik.

“Ada hal yang menarik yang jadi pertanyaan terus dan diarahkan ke saya tentang penanganan anak-anak kita yang punya sifat khusus dan harus ditangani serta diarahkan ke jadi lebih baik,” ujarnya.

Dedi menegaskan bahwa pemerintah daerah telah mengambil peran aktif dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak melalui perbaikan fasilitas dasar seperti listrik dan perumahan. Namun ia juga menekankan batasan kewenangan pemerintah terhadap urusan domestik rumah tangga, termasuk privasi dalam keluarga.

“Ketika bicara nyaman saat di rumah, tentunya itu wilayah privasi keluarga. Tapi soal kebijakan, saya sudah lakukan. Yang tak punya listrik kami nyalakan, rumah yang jelek sudah kami perbaiki secara bertahap,” ucap Dedi.

Ia kemudian menyoroti peran program Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya menciptakan ruang hidup yang layak bagi anak. Menurutnya, rumah tangga dengan banyak anak dalam ruang sempit akan sulit menciptakan kenyamanan, apalagi untuk anak usia remaja.

“Ketika anaknya banyak, kamarnya cuma satu, anak dewasa jadi tidak nyaman di rumah. Maka diperlukan keberhasilan program KB agar jumlah anak tidak terlalu banyak dan bisa dikendalikan,” katanya.

Namun, ia menyayangkan adanya tudingan bahwa kampanye KB dianggap sebagai pelanggaran hak privasi.

“Padahal tidak ada paksaan untuk ikut KB, baik laki-laki maupun perempuan,” jelas Dedi.

Gubernur Dedi juga menyoroti budaya berkendara anak-anak di jalan raya yang menurutnya menciptakan lingkungan sosial yang tidak sehat. Ia secara tegas melarang penggunaan sepeda motor oleh anak di bawah umur dan penggunaan knalpot brong yang memicu kebisingan dan perilaku jalanan yang agresif.

“Bagaimana mau nyaman di jalan, anak pakai motor, knalpot brong, bergerombol, dan konektivitas itu melahirkan daya imajinatif yang sering kali melahirkan sifat arogan,” katanya.

Namun, ia mengaku heran karena pihak sekolah seolah membiarkan praktik tersebut terus terjadi.

“Selama ini sekolah membiarkan kok,” ujarnya.

Dalam sektor pendidikan, Dedi menilai sekolah tidak boleh menjadi tempat yang memelihara fanatisme kelompok, melainkan wadah pembentukan karakter dan kedisiplinan.

“Saya harapkan sekolah mengajarkan disiplin dan membangun karakter. Tapi kenyataannya, siswa terkoneksi dalam kelompok fanatis terhadap sekolahnya, dan siap ‘menghantam’ siapa pun yang berseberangan. Ini sedang kami benahi pelan-pelan,” tegasnya.

Sebagai solusi jangka pendek, ia menggandeng TNI dalam program pendidikan disiplin di sekolah, dan membantah bahwa pelibatan institusi militer itu merupakan bentuk pelanggaran HAM.

“Paskibraka dilatih TNI, guru di Papua diajari TNI, Pramuka ada SAKA yang dilatih TNI. Itu semua pendidikan. Jadi, mari berpikir rasional,” ujarnya.

Menanggapi kritik bahwa gubernur bertanggung jawab atas kenyamanan rumah tangga anak, Dedi menyebut anggapan itu tidak rasional dan berlebihan.

“Kalau ibu bapak bertengkar setiap hari, apa gubernur harus datang ke setiap rumah dan melarang mereka bertengkar di depan anaknya? Rumah tangga jumlahnya jutaan. Itu tidak mungkin,” tandasnya.

Gubernur Dedi menutup pernyataannya dengan ajakan untuk berhenti berpolemik dan mulai berbagi tanggung jawab dalam membina generasi muda. Ia mencontohkan maraknya kasus tawuran di Jakarta dan eksploitasi anak jalanan sebagai bentuk nyata permasalahan sosial yang terus berulang namun kurang ditangani secara serius.

“Kalau bicara tawuran, di Jakarta itu tiap hari ada. Anak jalanan dieksploitasi, tapi tak ada tindakan. Lalu giliran ada tindakan, ributnya luar biasa,” ujarnya.

“Daripada ribut terus menerus, yuk kita berbagi tugas. Mana bagian saya sadarkan siswa, mana bagian lain yang juga menyadarkan siswa. Karena negeri ini hanya bisa dibangun dengan kesadaran, bukan pertengkaran,” pungkasnya. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *