Jakarta – Seputar Jagat News. Pemerintah Indonesia tengah menghadapi ancaman serius di kancah hukum internasional. Aset-aset milik negara di Prancis, termasuk rumah dinas pejabat diplomatik RI di Paris, terancam disita menyusul kekalahan Kementerian Pertahanan RI (Kemhan) dalam sengketa internasional melawan perusahaan Navayo International AG. Meski demikian, pemerintah telah resmi mengajukan banding atas putusan tersebut di Pengadilan Tinggi Paris.
Sengketa ini berakar dari perjanjian sewa satelit yang dilakukan Kemhan pada tahun 2015 untuk mengisi slot orbit 123 derajat bujur timur (BT). Namun, proyek tersebut tidak berjalan mulus dan Kemhan kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan pembayaran sewa.
Navayo International AG, perusahaan asal Liechtenstein yang berkedudukan di Eschen, bersama Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD, menggugat Kemhan RI ke International Chambers of Commerce (ICC) di Singapura. Hasilnya, ICC memutuskan bahwa Kemhan harus membayar denda sebesar USD 103.610.427,89 (setara ratusan miliar rupiah).
Pada tahun 2022, pihak Navayo mengajukan permohonan ke pengadilan Prancis untuk mengeksekusi putusan tersebut melalui penyitaan aset milik pemerintah Indonesia. Permohonan ini dikabulkan pada 2024 oleh Pengadilan Paris yang memberi wewenang kepada Navayo untuk menyita hak dan properti milik RI, termasuk rumah dinas pejabat diplomatik di ibu kota Prancis.
Langkah ini segera mendapat kecaman dari pemerintah RI. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa tindakan penyitaan aset diplomatik bertentangan dengan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, yang melindungi properti diplomatik dari segala bentuk penyitaan.
“Ya dinyatakan disita oleh Pengadilan Paris, tapi kan sekarang banding. Jadi belum inkrah dan putusan bandingnya belum ada,” ujar Yusril kepada wartawan di Depok, Minggu (15/6/2025).
Yusril menjelaskan bahwa pemerintah telah mengajukan banding dan menyertakan sejumlah bukti di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tinggi Paris. Namun, sidang banding masih tertunda dan belum menghasilkan keputusan final.
“Navayo ini, proses persidangannya sedang berjalan di Pengadilan Paris. Ketika pemerintah Indonesia mengajukan bukti-bukti, majelis hakim menunda putusan. Jadi masih beberapa bulan lagi baru akan disidangkan kembali,” ungkapnya.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung RI juga turut menyelidiki kemungkinan adanya unsur pidana dalam kasus pengadaan satelit ini. Penyidikan dilakukan oleh tim koneksitas dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil), yang telah mengumpulkan bukti serta memanggil sejumlah pihak terkait.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pihak Navayo telah dipanggil beberapa kali oleh penyidik namun tidak hadir. Kejagung saat ini tengah menggelar proses hukum guna menentukan potensi tersangka dalam kasus tersebut.
Kasus Navayo menjadi gambaran rumitnya sengketa internasional yang melibatkan pemerintah Indonesia dan dampaknya terhadap kepentingan nasional. Pemerintah saat ini terus berupaya mencegah penyitaan aset, sambil menunggu hasil banding dan menindaklanjuti penyelidikan hukum di dalam negeri.
Dengan kasus yang belum inkrah dan sidang lanjutan baru akan digelar dalam beberapa bulan ke depan, semua mata kini tertuju pada putusan Pengadilan Tinggi Paris, yang akan menentukan arah akhir dari polemik panjang ini. (Red)