Tadi Malam, Kejati Jatim Tahan Mantan Direktur Polinema dan Pemilik Tanah, Negara Rugi Rp 42 Miliar

Screenshot 2025 06 16 081946
10 / 100

Surabaya – Seputar Jagat News, Senin, 16 Juni 2025. Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) resmi menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema), Rabu malam (11/6/2025). Kedua tersangka langsung digiring ke rumah tahanan Kejati Jatim usai menjalani pemeriksaan intensif sejak siang hari.

Tersangka pertama adalah AS (Awan Setiawan), mantan Direktur Polinema periode 2017–2021. Sementara tersangka kedua adalah HS (Hadi Setiawan), pemilik lahan yang menjadi objek pengadaan. Keduanya ditahan dengan tuduhan telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 42 miliar dalam proses pengadaan tanah yang sarat kejanggalan.

“Asal ada bukti dan saksi yang kuat, kami langsung tetapkan tersangka dan melakukan penahanan,” tegas Saiful Bahri Siregar, Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, saat memberikan keterangan kepada wartawan.

Kasus ini bermula dari proyek pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema yang dilakukan pada tahun 2019. Namun, menurut penyidikan, pengadaan tersebut tidak melibatkan panitia pengadaan tanah sebagaimana mestinya. Awan justru baru membentuk panitia pengadaan tanah lewat Surat Keputusan pada tahun 2020, setelah lebih dahulu melakukan kesepakatan harga dengan Hadi.

Tanah seluas 7.104 meter persegi di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, dibeli dengan harga Rp 6 juta per meter persegi. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 42,624 miliar, yang bersumber dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) tahun 2021.

Namun, penentuan harga ini tidak melibatkan penilai independen (appraisal). Lebih jauh, jual beli dilakukan tanpa surat kuasa dari pemilik tanah kepada Hadi, meskipun uang muka Rp 3,8 miliar telah dibayarkan pada 30 Desember 2020. Surat kuasa untuk menjual baru diperoleh Hadi pada 4 Januari 2021, beberapa hari setelah transaksi awal dilakukan.

Screenshot 2025 06 16 081928

Pada tahun anggaran 2021, Awan juga memerintahkan bendahara kampus untuk mencairkan dana Rp 22,6 miliar kepada Hadi tanpa bukti perolehan hak atas tanah. Hal ini dimanipulasi seolah-olah pembelian telah lunas dalam satu tahun anggaran. Padahal dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), seluruh proses pembayaran seharusnya dilakukan bertahap, dan tidak pernah terjadi akuisisi aset resmi dari lahan tersebut.

Ironisnya, setelah dilakukan appraisal secara resmi, diketahui bahwa sebagian besar tanah tersebut berdekatan dengan sepadan sungai, sehingga tidak bisa digunakan untuk pembangunan kampus. Ini memperkuat indikasi bahwa transaksi tersebut sengaja dilakukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan institusi pendidikan.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman yang menanti mereka adalah maksimal 20 tahun penjara.

Dengan perkembangan ini, Kejati Jatim menegaskan akan terus mengusut pihak-pihak lain yang terlibat. Kasus ini menjadi sorotan serius karena berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran pendidikan dan merugikan negara dalam jumlah besar. Penyidikan pun masih terus berlanjut. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *