Kabupaten Sukabumi – Seputar Jagat News. Selasa, 10 Juni 2025. Polemik mengenai dana ketahanan pangan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, mulai menyeruak ke permukaan. Kepala Desa Mekarwangi, Nunung Nurhaeni, akhirnya buka suara menyikapi tudingan publik terkait tidak terserapnya dana ketahanan pangan selama dua tahun anggaran berturut-turut, yakni tahun 2023 dan 2024.
Dalam klarifikasinya yang disampaikan melalui pesan WhatsApp, Kades Nunung membantah bahwa pihaknya lalai dalam mengalokasikan dana tersebut. Ia menjelaskan bahwa dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes), telah disepakati bahwa fokus ketahanan pangan desa diarahkan pada pembangunan infrastruktur pertanian, yang merupakan poin kedua dari program prioritas.
Berikut isi pernyataan Kades Nunung:
“Perihal dana ketahanan pangan Desa Mekarwangi dari Dede ketanampangan meliputi:
- Pengembangan usaha tani
- Pembangunan infrastruktur pertanian
- Pelatihan dan pendampingan petani
- Pengembangan produk olahan pangan
- Pemberdayaan kelompok tani”
Ia juga merinci program yang dijalankan:
- Tahun 2023:
- Jalan Usaha Tani (JUT) Kampung Cijambuaer sepanjang 200 x 2 meter
- Kampung Cipicung sepanjang 300 x 2 meter
- Pengaspalan JUT Cimenga–Cijambuaer sepanjang 580 x 2,5 meter
Namun, fakta di lapangan membuktikan hal berbeda. Berdasarkan penelusuran dokumen APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa), tidak ditemukan pos anggaran yang dialokasikan khusus untuk ketahanan pangan pada tahun 2023, sebagaimana seharusnya tertuang dalam laporan penggunaan Dana Desa (DD). Sementara pada tahun 2024, laporan yang disampaikan pihak desa juga tidak memuat penjelasan apapun terkait dana tersebut, kecuali hanya menyebutkan kegiatan pengerasan jalan usaha tani dengan anggaran sebesar Rp 8.500.000—angka yang sangat kecil dibandingkan pagu minimal 20% dari total dana desa sebagaimana diatur oleh kebijakan pemerintah pusat.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar: ke mana sisa dana desa tersebut digunakan? Dan mengapa tidak ada kejelasan dari pihak desa mengenai peruntukannya?
Lebih jauh lagi, fungsi pengawasan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sukabumi dipertanyakan, karena selama dua tahun berturut-turut tidak ada tindakan korektif atau evaluatif dari lembaga teknis tersebut.
Seorang tokoh masyarakat berinisial R, yang dikenal sebagai pemerhati desa di Sukabumi, menyatakan bahwa persoalan ini tidak bisa hanya dibebankan kepada desa semata.
“Kalau sampai dua tahun tidak ada anggaran untuk ketahanan pangan, ini bukan sekadar kelalaian desa. Ini menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan dari DPMD,” tegasnya.
Dampak dari tidak terserapnya anggaran ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Program seperti pemberdayaan petani, budidaya ternak, pelatihan, maupun bantuan untuk keluarga rawan pangan tidak berjalan sama sekali. Padahal, Desa Mekarwangi memiliki potensi pertanian dan peternakan yang luas, yang bisa dioptimalkan jika ada dukungan anggaran.
Seorang warga, Ibu M, mengungkapkan kekecewaannya karena sejak pandemi berakhir, dirinya tidak pernah menerima bantuan pangan apapun dari desa.
“Padahal ini bisa jadi solusi untuk ketahanan ekonomi warga. Tapi nyatanya, tidak ada apa-apa,” keluhnya.
Melihat polemik ini, sejumlah pihak mulai mendorong audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa Mekarwangi. Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap peran DPMD Kabupaten Sukabumi yang dianggap lalai menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan.
“Ini bukan hanya persoalan administrasi, tapi menyangkut hak masyarakat. Harus ada tindakan tegas,” kata AN, pengamat kebijakan publik dari Sukabumi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak DPMD Kabupaten Sukabumi belum memberikan tanggapan resmi atas temuan dan keluhan warga Desa Mekarwangi.
(DS)