Vonis Ringan Terdakwa Korupsi APD COVID-19 Disorot: Eks Penyidik KPK Sebut Pemberantasan Korupsi Makin Suram

Screenshot 2025 06 07 085612
9 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News, Sabtu (7/6/2025). Putusan ringan terhadap tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan RI menuai sorotan tajam. Salah satunya datang dari mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, yang menyatakan keheranannya atas vonis hakim yang dinilai jauh dari rasa keadilan dan tidak menimbulkan efek jera.

“Heran mengapa koruptor semakin ringan hukumannya. Terbaru adalah kasus korupsi APD COVID-19. Ini tidak akan menimbulkan efek jera,” ujar Yudi kepada wartawan.

Yudi menilai, vonis ringan justru bisa menjadi preseden buruk yang membuat para pelaku korupsi semakin berani melakukan kejahatan serupa. Ia juga menilai fenomena ini sebagai pukulan terhadap semangat pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan aparat penegak hukum.

“Malah akan semakin membuat orang berani untuk korupsi, dan tentu ini seharusnya menjadi catatan bagi Mahkamah Agung bahwa hakim-hakim Tipikor justru tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi,” tegas Yudi.

Kekecewaan Yudi tak lepas dari besarnya kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi pengadaan APD tersebut. Meski para terdakwa terbukti bersalah dan jumlah kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah, vonis yang dijatuhkan justru dinilai tak sebanding.

“Terlepas dari independensi hakim, namun logika vonis ringan sementara kerugian negara yang besar membuat pemberantasan korupsi semakin suram,” lanjutnya.

Yudi pun berharap Komisi Yudisial (KY) segera melakukan evaluasi terhadap maraknya vonis ringan di pengadilan Tipikor. Ia juga mendesak aparat penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk terus memperkuat pembuktian di persidangan agar tidak bisa dibantah.

“Berharap KY pun mengevaluasi maraknya vonis ringan. Sementara penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan harus menyikapi fenomena ini baik dari sisi pencegahan maupun penindakan,” ujar Yudi.

“Jika ada vonis yang terlalu di luar nalar dan logika, padahal penegak hukum dalam hal ini JPU mampu membuktikan kasus korupsi tersebut di persidangan dengan alat bukti yang kuat, maka ini harus jadi alarm,” pungkasnya.

Sidang vonis kasus korupsi pengadaan APD digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (5/6/2025). Tiga terdakwa yang dijatuhi vonis adalah:

1. Budi Sylvana – Mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes

  • Vonis: 3 tahun penjara
  • Denda: Rp 100 juta, subsider 2 bulan kurungan
  • Pasal: Melanggar Pasal 3 jo Pasal 16 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

2. Ahmad Taufik – Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM)

  • Vonis: 11 tahun penjara
  • Denda: Rp 1 miliar, subsider 4 bulan kurungan
  • Uang Pengganti: Rp 224,18 miliar, subsider 4 tahun kurungan
  • Pasal: Melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

3. Satrio Wibowo – Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI)

  • Vonis: 11 tahun 6 bulan penjara
  • Denda: Rp 1 miliar, subsider 4 bulan kurungan
  • Uang Pengganti: Rp 59,98 miliar, subsider 3 tahun kurungan
  • Pasal: Sama dengan Ahmad Taufik

Ketua majelis hakim Syofia Marlianti Tambunan menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan APD COVID-19 di Kemenkes. Meski demikian, rentang hukuman yang dijatuhkan dinilai tidak sebanding dengan dampak sosial dan finansial yang ditimbulkan kasus ini.

Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa dalam kondisi darurat seperti pandemi, celah penyalahgunaan anggaran sangat besar dan bisa merugikan negara secara signifikan. Penegakan hukum yang tegas dan vonis yang mencerminkan rasa keadilan publik sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *