Sukabumi – Seputar Jagat News. Kamis, 23 Januari 2025. Penegakan hukum di Indonesia menjadi salah satu harapan utama masyarakat untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Dalam hal ini, prinsip persamaan di mata hukum yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menggarisbawahi bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menghormati dan menjunjung tinggi hukum tersebut tanpa kecuali.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penegakan hukum tidak selalu berjalan mulus. Salah satu contoh yang memprihatinkan adalah kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2023 sebesar lebih kurang Rp 27 miliar. Dugaan korupsi ini melibatkan sejumlah oknum pejabat di daerah tersebut, termasuk Oknum Bupati Sukabumi (MH), Oknum Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi (FS), oknum aparat penegak hukum, serta pejabat pengadaan (PPK) dan pengguna anggaran.
Penting untuk dicatat bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Masyarakat diberi hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi, serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum. Lebih jauh, masyarakat juga dijamin perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-hak tersebut, sepanjang dijalankan dengan mematuhi norma agama dan sosial yang berlaku.
Namun, meskipun telah lebih dari dua bulan sejak surat yang dilayangkan oleh organisasi masyarakat Diaga Muda Indonesia DPC Sukabumi Raya kepada Jaksa Agung pada 26 Agustus 2024, penanganan kasus ini seakan menemui jalan buntu. Surat tersebut telah dijawab oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung, Dr. Abdul Qohar AF, pada 7 November 2024, yang menyatakan bahwa laporan tersebut telah diteruskan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) untuk ditindaklanjuti. Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan nyata dari pihak Kejati Jabar, seperti undangan klarifikasi terhadap pelapor.
Ketua DPC Sukabumi Raya, Ahmin Supiyani, mengungkapkan kekecewaannya atas lambannya respons dari Kejati Jabar. “Sudah lebih dari dua bulan surat dilimpahkan dari Kejaksaan Agung kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, namun hingga kini belum ada tindakan lebih lanjut. Apakah ada kendala atau keterlambatan dalam proses klarifikasi terhadap pelapor?” ujar Ahmin dalam keterangannya kepada awak media pada 22 Januari 2025.
Ahmin menambahkan bahwa masyarakat berhak mengetahui kelanjutan dari laporan ini, mengingat dana yang digunakan adalah uang rakyat untuk pengadaan alat kesehatan yang sangat penting. “Kami khawatir jika kasus ini terhenti begitu saja. Kami berharap agar penegakan hukum tetap berjalan sesuai prosedur dan tidak terhambat oleh faktor apapun, termasuk keterlibatan pejabat daerah yang mungkin menjadi kendala dalam proses hukum ini,” tegasnya.
Sementara itu, seorang aktivis anti-korupsi yang enggan disebutkan namanya (R), juga memberikan pendapat terkait kasus ini. Menurutnya, dugaan keterlibatan oknum Bupati Sukabumi dan Anggota DPRD setempat dalam kasus ini semakin memperburuk citra penegakan hukum di daerah tersebut. “Isu yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa oknum Bupati Sukabumi telah menjalin kerja sama dengan beberapa oknum di institusi penegak hukum. Hal ini membuat masyarakat meragukan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani laporan-laporan terkait dugaan korupsi ini,” ungkap R.
Pernyataan tersebut seakan mengindikasikan adanya ‘kesulitan’ dalam menindaklanjuti kasus ini secara tegas dan profesional. Apakah mungkin ada faktor politis atau birokrasi yang mempengaruhi jalannya penyelidikan? Masyarakat di Kabupaten Sukabumi, dan lebih luas lagi, di Indonesia, patut mempertanyakan sejauh mana komitmen aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas setiap dugaan korupsi yang melibatkan pejabat publik.
Dalam hal ini, sangat penting untuk mengingat kembali komitmen negara untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Tidak ada yang kebal hukum, dan setiap individu yang terlibat dalam praktik korupsi harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Proses hukum yang lamban dan terkesan diperlambat ini harus segera diatasi agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan lebih lanjut dari masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Tegakkan hukum dengan tegas dan adil demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. (RD)