Sukabumi – Seputar Jagat News. Rabu, 18 Desember 2024. Kasus dugaan tindak pidana korupsi kembali mewarnai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk tahun anggaran 2024 kini tengah menjadi sorotan publik. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh media, ditemukan indikasi penyelewengan anggaran dan pengadaan barang yang mengarah pada praktik korupsi yang melibatkan beberapa pihak.
I. Dugaan Korupsi Insentif Tenaga Kesehatan (Nakes) COVID-19
Salah satu bentuk dugaan korupsi yang terungkap adalah penyelewengan dalam pengajuan dana insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) yang menangani COVID-19. Diduga mengajukan nama-nama nakes yang tidak terlibat dalam penanganan COVID-19 untuk menerima dana insentif. Praktik ini diduga dilakukan oleh seorang pejabat berinisial DP dan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021.
Pengajuan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 5,4 miliar. Hal ini sudah dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Jules Abraham Abast, dalam keterangan persnya pada 3 Oktober 2024.
II. Pengadaan Alkes dan IPAL Tahun 2024: Keterlibatan Pihak Terkait
Kasus ini semakin berkembang dengan dugaan penyelewengan dalam pengadaan Alkes dan IPAL yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Kesehatan tahun 2024 dengan total anggaran sekitar Rp 35 miliar. Dugaan keterlibatan beberapa pejabat tinggi di Kabupaten Sukabumi, termasuk Bupati Sukabumi (MH) dan anggota DPRD Kabupaten Sukabumi (FS), kini menjadi perhatian publik.
Berdasarkan wawancara dengan seorang penyedia barang berinisial U, terungkap bahwa Kadinkes Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Yayat Suhayat, secara terbuka mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp 25 miliar untuk pengadaan tersebut sudah “dipesan” oleh Bupati Sukabumi (MH) dan hanya FS yang menjadi prioritas dalam pengelolaannya. Dari anggaran ini, sekitar Rp 17,5 miliar telah terserap, sementara Rp 5 miliar belum terealisasi. Agus dan Yayat bahkan berjanji bahwa fee komitmen sebesar 30% dari anggaran tersebut akan digunakan untuk menutupi kerugian negara akibat kasus yang melibatkan DP. Artinya untuk menutupi kerugian negara, akibat perbuatan DP dan kawan-kawan, Kadinkes dan PPK memfasilitasi untuk menutupi sebagian dari kerugian negara tersebut dari dana yang berasal dari milik negara.
Selanjutnya, Agus dan Yayat juga menjanjikan kepada U bahwa pada tahun 2025, akan ada anggaran baru sebesar Rp 15 miliar yang dapat diikuti oleh U. Pernyataan ini semakin memperlihatkan adanya komunikasi dan kesepakatan yang mencurigakan antara pejabat daerah terkait dan pihak penyedia barang.
III. Pertanyaan Kewenangan Pengelolaan Anggaran Pengadaan
Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa pengelolaan anggaran untuk pengadaan Alkes dan IPAL tersebut diambil alih oleh Kadinkes, Agus Sanusi, dan bukan oleh Direktur RSUD Palabuhanratu, Dr. Rika Mutiara Suganda, yang seharusnya memiliki kewenangan penuh atas pengelolaan anggaran rumah sakit.
Sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, Direktur RSUD memiliki wewenang sebagai Pengguna Anggaran (PA) dalam pengelolaan keuangan rumah sakit. Direktur RSUD sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) berhak mengelola keuangan, barang milik daerah, dan kepegawaian secara mandiri. Di samping itu, RSUD juga memiliki Dewan Pengawas yang bertugas mengawasi dan membina pengelolaan keuangan di rumah sakit. Oleh karena itu, pengalihan kewenangan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran yang terjadi.
Selain itu, menurut sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya, meskipun secara struktural RSUD berada di bawah Dinas Kesehatan, pengalihan pengelolaan anggaran ini menimbulkan ketidaksesuaian dalam rentang kendali antara pelaporan kegiatan dan pelaporan keuangan. Hal ini berpotensi memperburuk transparansi pengelolaan anggaran di rumah sakit.
IV. Dugaan Tindak Pidana Korupsi yang Melibatkan Banyak Pihak
Menurut pengakuan dari Agus Sanusi dan Yayat Suhayat kepada U, tindakan korupsi yang terjadi sebelumnya—terkait dana yang digunakan untuk menutupi kerugian negara akibat kasus DP—dapat dihubungkan dengan pengadaan Alkes dan IPAL yang sedang diselidiki. Hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa praktik korupsi ini merupakan bagian dari jaringan yang lebih besar yang melibatkan pejabat tinggi dan pihak terkait lainnya. Namun, pertanyaan besar yang masih menggantung adalah siapa yang memerintahkan Agus Sanusi untuk mengambil alih pengelolaan anggaran ini?
V. Harapan Publik terhadap Proses Hukum yang Transparan
Publik Kabupaten Sukabumi saat ini sangat mengharapkan agar aparat penegak hukum, khususnya Polres Sukabumi yang tengah menyelidiki kasus ini, dapat mengungkapkan seluruh fakta secara transparan dan profesional. Proses penyelidikan yang jujur dan tidak memihak diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran daerah dan menegakkan prinsip akuntabilitas dalam setiap tahapan administrasi pemerintahan.
Masyarakat berharap agar seluruh pihak yang terlibat dalam penyelewengan anggaran ini dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga keadilan dapat ditegakkan dan kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi ini dapat dipulihkan.
Beredar isu di kalangan ASN Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi dan masyarakat, Agus Sanusi mengumbar perkataan “Aparat Penegak Hukum dari pusat tidak pernah mau menyentuh Sukabumi, karena Bupati Sukabumi menjalin hubungan silaturahmi baik kepada Aparat Penegak Hukum maupun KPK,” jadi belum ada sejarahnya datang menangani, paling yang menangani di daerah masih bisa di lobby.” Itu ucapannya yang beredar di kalangan ASN.
Sampai berita ini diterbitkan, awak media belum dapat mengkonfirmasi pihak Bupati Sukabumi dan Anggota DPRD kabupaten Sukabumi terkait permasalahan ini.
(Hasan)