SUMEDANG – Seputar Jagat News. Kebijakan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang tetap melarang pejabat pemerintah daerah menggelar rapat di hotel mendapat tanggapan dari Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto. Pernyataan tersebut disampaikan saat Bima Arya menghadiri kegiatan di IPDN Jatinangor, Sumedang, Kamis (19/6/2025).
Dalam keterangannya, Bima Arya menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membolehkan kembali rapat di hotel, dilatarbelakangi oleh keluhan sejumlah kepala daerah di berbagai wilayah Indonesia.
“Banyak kepala daerah curhat karena ada aspirasi dari PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) yang menyebutkan tingkat hunian drop, perhotelan drop,” ungkap Bima Arya.
Menurutnya, secara nasional, industri perhotelan sedang mengalami penurunan drastis, baik dari tingkat kunjungan maupun okupansi kamar. Karena itu, pemerintah memberikan relaksasi kebijakan, agar kegiatan pemerintahan seperti rapat, bimbingan teknis (bimtek), atau seminar bisa kembali dilaksanakan di hotel, dengan tujuan menggerakkan perekonomian daerah.
“Maka diberikan relaksasi, silakan (untuk rapat kembali di hotel),” tambahnya.
Namun demikian, Bima Arya menekankan bahwa kebijakan ini tidak bersifat wajib dan bisa disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan masing-masing daerah. Ada daerah yang memang membutuhkan hotel sebagai tempat pelaksanaan kegiatan, dan hal itu diperbolehkan selama tujuannya jelas dan sejalan dengan efisiensi anggaran.
“Kita ingin dorong APBD dimaksimalkan dengan belanjanya supaya berputar ekonomi,” jelasnya.
Terkait keputusan Gubernur Dedi Mulyadi yang tetap melarang rapat di hotel, Bima Arya memberikan respon diplomatis. Ia menyebut bahwa hal itu sah dilakukan, apalagi jika alasannya demi pemerataan ekonomi dan efisiensi anggaran.
“Seperti saya sampaikan, silakan Kang Dedi menyesuaikan. Kalau hitungannya ekonomi baik-baik saja, tetap tidak rapat di hotel, silakan. Tetap efisiensi melarang, silakan,” kata Bima Arya.
Bima Arya juga menambahkan, jika Jawa Barat memilih tidak mengikuti relaksasi yang diberikan pemerintah pusat, berarti kondisi perekonomian provinsi tersebut dinilai dalam keadaan stabil.
“Kalau KDM menyatakan tidak ada relaksasi, berarti ekonomi Jawa Barat baik-baik saja,” ujarnya.
Dengan demikian, perbedaan kebijakan antara pusat dan daerah ini dinilai sebagai bagian dari dinamika desentralisasi dan kebijakan otonomi daerah, selama tetap mengedepankan prinsip efisiensi dan kebermanfaatan bagi masyarakat luas. (Red)