Respon Hadi Tjahjanto Terkait Penerbitan SHGB dan SHM di Area Pagar Laut Tangerang Selama Masa Jabatan Sebagai Menteri ATR/BPN

Hadi Tjahjanto2
10 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Rabu, 22 Januari 2025. Kasus kontroversial terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, terus menjadi sorotan. Temuan ini pertama kali dipublikasikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), yang mengakui adanya sertifikat yang diterbitkan pada tahun 2023.

Ditemukan bahwa di sepanjang pagar laut tersebut terdapat 263 bidang yang terdaftar dengan status SHGB, terdiri dari 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, serta 9 bidang atas nama perorangan. Selain itu, ditemukan pula 17 bidang yang memiliki status SHM. Penemuan ini menimbulkan keprihatinan, terutama mengenai keabsahan sertifikat-sertifikat tersebut di atas area laut, yang merupakan objek yang dilindungi oleh hukum.

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, yang saat ini memimpin kementerian tersebut, telah mengonfirmasi keberadaan sertifikat tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memverifikasi status lahan yang tercatat dalam sertifikat tersebut, apakah berada di dalam atau di luar garis pantai. Nusron juga menekankan pentingnya penelitian terhadap prosedur penerbitan sertifikat untuk memastikan kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, tanggapan lebih lanjut datang dari Hadi Tjahjanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada periode 2019-2020. Dalam keterangannya, Hadi mengaku tidak mengetahui penerbitan SHGB dan SHM di area pagar laut Tangerang pada masa jabatannya. Menurut Hadi, ia baru mengetahui hal tersebut setelah kontroversi mengenai pagar laut mencuat. “Saya baru mengetahui berita ini dan mengikuti perkembangannya melalui media,” ujar Hadi dalam keterangannya kepada Kompas.com pada Selasa (21/1/2025).

Meski begitu, Hadi meminta agar publik memberikan kesempatan kepada Kementerian ATR/BPN untuk melakukan klarifikasi terkait penerbitan sertifikat tersebut. “Saya pikir kita harus menghormati langkah-langkah yang sedang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN untuk memberikan klarifikasi,” tambahnya. Hadi juga menyebutkan bahwa kementeriannya tengah melakukan pemeriksaan terhadap Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang untuk memastikan apakah prosedur penerbitan sertifikat tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Di sisi lain, kasus ini telah menimbulkan pertanyaan besar tentang apakah penerbitan sertifikat tersebut sah menurut hukum. Pasalnya, beberapa pihak mempertanyakan legalitas penerbitan SHGB dan SHM di atas perairan yang seharusnya tidak dapat dimiliki atau dikuasai secara pribadi, sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 yang melarang pemberian hak atas lahan di laut.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten, Fadli Afriadi, mengungkapkan keprihatinannya atas penerbitan SHGB dan SHM yang melibatkan area laut. Fadli menyatakan bahwa jika benar SHGB diterbitkan di kawasan laut, maka itu bertentangan dengan hukum yang melarang pemberian hak atas perairan pesisir. “Di laut itu tidak boleh ada kepemilikan hak. Jadi, jika memang ada penerbitan SHGB di sana, tentu perlu diselidiki lebih lanjut,” ujar Fadli.

Fadli pun menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil perwakilan dari kantor wilayah (Kanwil) ATR/BPN untuk memeriksa lebih lanjut tentang prosedur penerbitan sertifikat tersebut dan mengungkapkan siapa yang bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat yang diduga melanggar hukum tersebut.

Di sisi lain, Konsultan Hukum Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Muannas Alaidid, membantah klaim yang menyebutkan bahwa seluruh area pagar laut tersebut tercatat dalam SHGB. Muannas menegaskan bahwa lahan yang terdaftar sebagai SHGB dan SHM merupakan hasil alih fungsi lahan tambak atau sawah yang terabrasi akibat proses alam. “Pernyataan yang mengatakan bahwa seluruh area pagar laut ini adalah laut yang disertifikatkan tidak benar. Sebagian besar adalah lahan yang sebelumnya merupakan tambak atau sawah,” tegas Muannas.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang juga turut terlibat dalam penanganan kasus ini, memastikan bahwa penerbitan SHGB dan SHM di atas dasar laut adalah ilegal. Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa kawasan laut tidak dapat diberikan hak kepemilikan dalam bentuk SHGB maupun SHM, karena tanah laut berada di bawah kendali negara dan tidak dapat diprivatisasi. “Jika ada sertifikat yang dikeluarkan di atas laut, itu jelas ilegal,” kata Trenggono. Trenggono juga mengonfirmasi bahwa TNI Angkatan Laut akan kembali melaksanakan pembongkaran pagar laut pada Rabu, 22 Januari 2025.

Sebagai respons terhadap polemik ini, Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, juga menyoroti masalah ini dan menuntut agar pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut segera diungkap. “Saya heran, siapa yang bisa membangun pagar sepanjang itu di laut?” ujar Titiek.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan sertifikat tanah, terutama yang melibatkan area yang memiliki kepentingan publik, seperti laut. Pembongkaran pagar laut yang diduga melanggar hukum ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menegakkan keadilan dan memastikan bahwa hak atas tanah dan laut tidak disalahgunakan demi kepentingan segelintir pihak. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *