Langkat – Seputar Jagat News. Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP), kembali melakukan upaya hukum terakhir untuk membatalkan vonis yang dijatuhkan kepadanya dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau yang dikenal dengan kasus “kerangkeng manusia”. Terbit resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya menghukumnya dengan pidana penjara.
Berdasarkan informasi yang tercatat di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Stabat, PK diajukan oleh kuasa hukum Terbit, Aldi Febrian Irvin Sianturi, pada Kamis (22/5/2025).
“Pemohon (terdakwa) Terbit Rencana Perangin-angin alias Pak Terbit alias Cana,” demikian bunyi keterangan dalam SIPP PN Stabat yang dilihat pada Selasa (22/7/2025).
Kasus kerangkeng manusia ini mencuat setelah Terbit Rencana didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Langkat. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, JPU menuntut Terbit dengan hukuman 14 tahun penjara serta kewajiban membayar restitusi sebesar Rp2,3 miliar kepada para korban.
Terbit didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 11.
Namun, pada Senin (8/7/2024), Majelis Hakim PN Stabat justru memutuskan untuk membebaskan Terbit. Ketua Majelis Hakim, Andriyansyah, dalam putusannya menyatakan bahwa Terbit tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atas semua dakwaan yang diajukan JPU.
“Mengadili, satu: menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin Angin alias Pak Terbit alias Cana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama hingga keenam,” ucap Andriyansyah saat membacakan putusan.
Selain membebaskan Terbit dari segala dakwaan, hakim juga memulihkan hak-hak serta harkat martabatnya. “Dua: membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Tiga: memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan serta harkat martabatnya,” lanjutnya.
Putusan ini juga menggugurkan tuntutan restitusi Rp2,3 miliar untuk para korban. Keputusan tersebut menuai kritik tajam dari publik karena dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan. Majelis hakim yang memutus perkara ini terdiri dari Andriyansyah sebagai ketua, dengan Dicki Irvandi dan Cakra Tona Parhusip sebagai hakim anggota.
Tidak terima dengan vonis bebas PN Stabat, JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Selasa (26/11/2024), MA mengabulkan kasasi tersebut. MA menyatakan Terbit terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
“Mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum,” demikian bunyi putusan MA yang tercatat di situs resmi MA.
Dalam putusannya, MA menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun kepada Terbit. Selain itu, ia diwajibkan membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
“Pidana penjara 4 tahun, denda Rp200 juta, subsider kurungan 2 bulan,” demikian bunyi amar putusan MA.
Dengan diajukannya PK, Terbit kini tengah menempuh upaya hukum terakhir untuk membatalkan vonis MA. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak Terbit atau kuasa hukumnya terkait alasan pengajuan PK tersebut. (MP)