Menkes Minta MK Tolak Seluruh Gugatan PB IDI atas UU Kesehatan: “Organisasi Profesi Bukan Regulator”

Screenshot 2025 06 03 195332
8 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara tegas meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak seluruh permohonan gugatan uji materiil yang diajukan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Permintaan tersebut disampaikan dalam sidang perkara nomor 182/PUU/XXII/2024 yang digelar pada Selasa (3/6/2025).

Dalam paparannya, Budi menyatakan bahwa PB IDI tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan tersebut, serta menegaskan bahwa seluruh pasal yang digugat tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. Menyatakan bahwa para pemohon tidak punya kedudukan hukum. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Budi dalam persidangan.

Budi menjelaskan bahwa UU Kesehatan yang baru merupakan penyempurnaan sistem hukum kesehatan nasional, yang sebelumnya tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan menciptakan fragmentasi kelembagaan serta kesenjangan antarprofesi.

“Pendekatan integratif yang digunakan UU 17/2023 menata ulang relasi kelembagaan secara lebih proporsional antara masyarakat sebagai fokus utama, dengan tenaga medis, tenaga kesehatan, dan negara,” tegas Budi.

Menurutnya, undang-undang ini juga memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi negara dalam mengatur perencanaan, pendidikan, pendayagunaan, serta pengawasan tenaga medis dan kesehatan. Hal ini termasuk penguatan peran pemerintah sebagai regulator, bukan menyerahkannya kepada organisasi profesi semata.

Menanggapi kekhawatiran PB IDI, Budi menyatakan bahwa UU Kesehatan tidak menghapus pengakuan terhadap organisasi profesi, melainkan menempatkan peran mereka sesuai dengan fungsi dasarnya.

“Organisasi profesi tetap diakui, namun perannya diarahkan untuk menyejahterakan anggota, memberi masukan kepada pemerintah, dan menjalankan fungsi etik serta disiplin profesi. Tapi bukan sebagai regulator,” kata Budi.

Salah satu fokus gugatan PB IDI adalah Pasal 422 yang mengatur pidana bagi pihak yang mempekerjakan tenaga medis tanpa Surat Izin Praktik (SIP). PB IDI menilai sanksi tersebut terlalu keras dan mengusulkan agar sanksi diganti dengan hukuman administratif.

Namun, Budi membantah tegas dan menyebut sanksi tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam menjamin keselamatan pasien.

“Penempatan tenaga kesehatan tanpa SIP adalah bentuk kelalaian yang dapat mengancam hak atas pelayanan kesehatan yang bermutu. Sanksi pidana ini bukan bentuk kriminalisasi administratif, melainkan upaya mencegah praktik ilegal yang membahayakan nyawa,” ujarnya.

Ia menegaskan, sanksi ini hanya berlaku bagi pemberi kerja, bukan seluruh pelaku kerja, dan tidak mengandung unsur strict liability karena tetap mempertimbangkan adanya unsur kelalaian.

Pemerintah melalui Menkes juga secara eksplisit meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak ada pasal dalam gugatan PB IDI yang bertentangan dengan konstitusi. Pasal-pasal yang dimaksud antara lain: Pasal 311, Pasal 298, Pasal 270, Pasal 272, Pasal 258, Pasal 264, Pasal 291, Pasal 421, Pasal 442, dan Pasal 454 huruf c.

“Semua ketentuan dalam UU 17/2023 telah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, serta Pasal 27, 28C, 28D, dan 28H UUD 1945,” ucap Budi menutup argumennya.

Dalam permohonannya, PB IDI mengajukan pengujian terhadap 24 pasal dalam UU Kesehatan yang baru. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Pasal 311 ayat 1
  • Pasal 258
  • Pasal 260
  • Pasal 264
  • Pasal 272
  • Pasal 291
  • Pasal 421
  • Pasal 422
  • Pasal 454 huruf c
    (dan lainnya)

Mereka menilai beberapa pasal tersebut membatasi kewenangan organisasi profesi, serta mengandung sanksi yang tidak proporsional bagi pelaku pelanggaran administratif di sektor kesehatan.

Persidangan di Mahkamah Konstitusi ini menjadi batu ujian penting bagi relasi antara negara dan organisasi profesi di bidang kesehatan. Pemerintah menilai, reformasi sistem kesehatan harus mengedepankan kepentingan masyarakat, sementara PB IDI merasa peran profesi kedokteran sedang dilemahkan. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *