Jakarta – Seputar Jagat News. Polemik kewarganegaraan mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, menjadi sorotan publik usai dirinya diketahui bergabung dengan militer asing, tepatnya militer Rusia. Menteri Hukum dan HAM RI, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa status kewarganegaraan Indonesia milik Satria secara otomatis gugur karena tindakan tersebut telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
“Saya tegaskan, jika seorang WNI menjadi tentara di negara asing maka secara otomatis yang bersangkutan akan kehilangan kewarganegaraan. Ini sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, Pasal 23 huruf d & e,” kata Supratman dalam keterangan persnya pada Rabu (23/7/2025).
Pasal 23 dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa seseorang kehilangan status sebagai WNI jika:
Huruf d: Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.
Huruf e: Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia.
Lebih lanjut, Supratman menjelaskan bahwa ketentuan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007, tepatnya dalam Pasal 31, yang mengatur tata cara kehilangan dan pengembalian kewarganegaraan.
“Tidak ada proses pencabutan kewarganegaraan Satria Arta Kumbara secara administratif. Yang terjadi adalah kehilangan otomatis karena pelanggaran terhadap UU Kewarganegaraan,” tegasnya.
Meskipun hingga kini Kementerian Hukum dan HAM belum menerima laporan resmi atau verifikasi dari perwakilan Indonesia di luar negeri terkait status militer Satria, Supratman menegaskan bahwa jika terbukti benar, maka status kewarganegaraan memang sudah hilang secara hukum.
“Jika memang yang bersangkutan terbukti menjadi tentara asing, maka otomatis kehilangan status kewarganegaraan. Dan jika ingin kembali menjadi WNI, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Presiden melalui Menteri Hukum,” ujar Supratman.
Prosedur tersebut mengikuti proses naturalisasi murni, seperti tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 dan PP Nomor 2 Tahun 2007.
Kasus ini mencuat setelah beredarnya video pernyataan Satria di media sosial, di mana ia menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono. Dalam video tersebut, Satria mengaku menyesal telah menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia, yang membuatnya kehilangan status WNI.
“Mohon izin, Bapak. Saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya apabila ketidaktahuan saya menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengakibatkan dicabutnya warga negara saya,” ucapnya dalam video tersebut.
Kasus Satria Arta Kumbara membuka kembali diskusi publik tentang batasan kewarganegaraan, loyalitas terhadap negara, serta pentingnya pemahaman hukum bagi prajurit dan warga negara yang menjalani kontrak atau kerja sama di luar negeri. Kejelasan hukum dari pemerintah dan keterbukaan informasi akan menjadi kunci utama dalam merespons simpati dan sorotan masyarakat terhadap kasus ini. (MP)