JAKARTA – Seputar Jagat News. Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali mencuat ke publik, setelah mantan Staf Khusus Menteri, Jurist Tan, kembali mangkir dari panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pemanggilan Jurist Tan sebagai saksi dijadwalkan pada Selasa (17/6/2025). Namun, hingga waktu yang ditentukan, ia tidak hadir.
“Hari ini telah dijadwalkan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan sebagai saksi berdasarkan surat yang diajukan oleh kuasa hukumnya. Akan tetapi, sampai saat ini yang bersangkutan tidak hadir,” ujar Harli, dikutip dari Antara.
Harli menambahkan, kuasa hukum Jurist Tan mengirimkan surat ketidakhadiran dengan alasan urusan pribadi atau keluarga. Ini bukan kali pertama Jurist Tan tidak memenuhi panggilan penyidik dalam kasus yang menyita perhatian publik ini.
Jurist Tan diminta keterangan oleh penyidik terkait keterlibatannya dalam proyek pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022. Proyek ini menggunakan anggaran mencapai Rp 9,9 triliun, dengan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 6,3 triliun.
Dalam penyidikan, Jurist Tan diduga memiliki peran penting bersama eks Staf Khusus lainnya, Fiona Handayani. Rumah keduanya telah digeledah oleh penyidik Jampidsus pada 21 Mei 2025.
“Sebagai Stafsus, dari informasi yang diperoleh penyidik, yang bersangkutan memiliki peran juga dalam dugaan perkara ini,” kata Harli pada Rabu (28/5/2025).
Menurut Harli, penyidik menemukan bahwa Jurist Tan dan Fiona berperan dalam menyusun analisis yang menjadi dasar pengadaan Chromebook. Padahal, telah ada kajian pada 2018–2019 yang menunjukkan penggunaan Chromebook tidak efektif, karena keterbatasan jaringan internet di banyak wilayah Indonesia.
Kajian tersebut menyarankan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows yang dinilai lebih cocok untuk kondisi geografis dan infrastruktur digital Indonesia. Namun, dalam implementasinya, justru dipilih Chromebook—yang mengandalkan sistem cloud dan koneksi internet stabil, sebuah kebijakan yang bertentangan dengan rekomendasi kajian awal.
Jurist Tan bukan nama asing di ekosistem teknologi dan startup Indonesia. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh yang pernah mengelola Gojek di masa-masa awal. Ia juga memiliki latar belakang akademik mentereng, dengan gelar Magister Administrasi Publik dalam Pembangunan Internasional (MPA/ID) dari Yale University.
Namun, keterlibatannya dalam proyek pengadaan laptop di Kemendikbudristek membuat namanya kini terseret dalam sorotan hukum.
Kejagung menduga kuat adanya permufakatan jahat dalam proses pengadaan tersebut. Bahkan disebutkan bahwa tim pengadaan di Kemendikbudristek diarahkan untuk mengubah kajian teknis yang semula tidak merekomendasikan Chromebook, menjadi seolah-olah mendukungnya.
Selain itu, penyidik juga mengumpulkan bukti elektronik, termasuk rekaman percakapan yang menunjukkan adanya pembahasan internal terkait pengondisian proses pengadaan.
“Penyidik juga fokus pada bukti elektronik berupa rekaman percakapan yang diduga menunjukkan adanya pembahasan internal mengenai proses pengadaan tersebut,” ujar Harli.
Di tengah proses penyidikan yang berjalan, mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim membantah adanya manipulasi kajian. Ia menjelaskan bahwa terdapat dua kajian berbeda dengan tujuan berbeda.
“Kajian pertama untuk daerah 3T (Terpencil, Terdepan dan Terluar), sementara kajian kedua untuk daerah yang sudah memiliki jaringan internet yang baik,” jelas Nadiem dalam pernyataan resminya.
Namun, publik dan penyidik tampaknya masih meragukan alasan tersebut, terutama setelah muncul dugaan bahwa kajian yang seharusnya menjadi dasar keputusan telah diarahkan demi kepentingan tertentu. (Red)