KY dan MA Berhentikan Mantan Ketua PN Terkait Kasus Suap, Ini Alasannya

ky ma berhentikan mantan ketua pengadilan negeri ini penyebabnya thumbnail scaled
3 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (MA) resmi menjatuhkan sanksi berat kepada mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) T berinisial I. Melalui sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar di Gedung MA, Jakarta, Selasa (23/9/2025), I diputuskan diberhentikan tetap dari jabatannya dengan hak pensiun.

Putusan itu diumumkan KY dalam keterangan pers yang diterima Jumat (26/9/2025). Ketua Sidang MKH, Hakim Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo, menyampaikan bahwa keputusan diambil setelah majelis mempertimbangkan bukti keterlibatan I dalam kasus suap atau gratifikasi pengurusan perkara di MA yang menyeret nama mantan Hakim PN sekaligus asisten mantan Hakim Agung GS.

“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” ujar Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

Kasus ini bermula ketika I masih menjabat sebagai Ketua PN T. Saat itu, ia diminta bantuan untuk mengurus perkara yang tengah ditangani Hakim Agung GS di tingkat kasasi. I kemudian menghubungi seorang rekannya, PN, yang merupakan asisten Hakim Agung GS. Dari pertemuan itu, disepakati adanya imbalan pengurusan perkara sebesar Rp 725 juta.

Penyerahan uang dilakukan pada 18 Februari 2022 di Rest Area Km 19 Tol Jakarta–Cikampek, Bekasi. Dalam pertemuan tersebut, I hadir bersama pengacara dari pihak termohon kasasi, PT Emerald Ferochromium Industry, yang menyerahkan uang kepada PN.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menelusuri peran I dalam kasus ini. Hasil penyelidikan mengungkap bahwa I diduga menerima Rp 100 juta. Saat dipanggil sebagai saksi, I mengembalikan uang itu kepada penyidik KPK. Fakta ini menjadi pintu masuk bagi Badan Pengawasan (Bawas) MA untuk melakukan pemeriksaan dan mengajukan rekomendasi pemberhentian.

Dalam pembelaannya, I menyatakan bahwa uang Rp 100 juta tersebut ditinggalkan seseorang di teras rumahnya. Pernyataan itu diperkuat oleh keterangan istrinya. Ia juga mengaku sempat berusaha menghubungi pihak yang diduga memberi uang, namun tidak berhasil. Setahun kemudian, saat kasus PN mencuat, I diperiksa sebagai saksi dan langsung menyerahkan uang itu ke KPK.

Majelis MKH mencatat beberapa hal yang meringankan, antara lain:

  • I telah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi.
  • Ia masih memiliki tanggungan keluarga, yaitu seorang istri dan tiga anak yang masih menempuh kuliah.
  • Ia sudah menyerahkan kembali uang gratifikasi Rp 100 juta kepada penyidik KPK.

Namun, majelis juga menegaskan bahwa perbuatan I tergolong berat karena tidak mencerminkan visi dan misi MA, serta bertentangan dengan integritas yang harus dijunjung tinggi seorang hakim.

Atas dasar itu, MKH menguatkan rekomendasi Bawas MA. I dinyatakan terbukti melanggar Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 serta Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, khususnya:

  • Butir 5 huruf c: berintegritas tinggi.
  • Butir 7: menjunjung tinggi harga diri.

Sidang MKH dipimpin Hakim Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo dengan anggota Hakim Agung Sugeng Sutrisno dan Ainal Mardhiah. Dari KY, hadir anggota Joko Sasmito, Sukma Violetta, Mukti Fajar Nur Dewata, dan Binziad Kadafi.

Dengan putusan ini, I resmi diberhentikan dari jabatan hakim, meski tetap mendapatkan hak pensiunnya. (MP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *