Tapanuli Selatan – Seputar Jagat News. Rabu, 20 November 2024. Jaksa Muda Jovi Andrea Bachtiar, yang bertugas di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan (Kejari Tapsel), telah dipenjara dan sedang menjalani proses hukum. Selain itu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) mengusulkan pemecatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Usulan pemecatan ini merupakan akibat dari kasus pencemaran nama baik yang melibatkan sesama pegawai di Kejari Tapsel, serta pelanggaran terhadap disiplin ASN.
Tindak Pidana dan Pelanggaran Disiplin
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, usulan pemecatan terhadap Jovi Andrea Bachtiar didasarkan pada dua alasan utama. Pertama, Jovi diduga melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial dengan menyebarkan pernyataan yang merugikan rekan sejawatnya, Nella Marsella. Kedua, Jovi juga terbukti melakukan pelanggaran disiplin yang serius, yakni tidak masuk kerja selama 29 hari secara berturut-turut tanpa alasan yang sah, yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Harli menjelaskan, “Yang bersangkutan (Jovi Andrea) tidak pernah masuk kerja selama 29 hari secara akumulasi. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 15 jo. Pasal 4 PP 94 Tahun 2021, kami mengusulkan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) tanpa permintaan sendiri.” Kejagung menegaskan bahwa proses pemberhentian tersebut dapat dilakukan tanpa menunggu putusan inkrah dari persidangan yang sedang dijalani Jovi.
Kasus Pencemaran Nama Baik dan Tindak Pidana ITE
Jovi Andrea Bachtiar dilaporkan oleh Nella Marsella, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kejari Tapsel, setelah Jovi mengunggah pernyataan yang merugikan nama baik Nella di media sosial. Dalam unggahannya pada 14 Mei 2024, Jovi menuduh Nella menyalahgunakan mobil dinas milik Kejaksaan untuk urusan pribadi, bahkan dengan menambahkan unsur penghinaan yang menyebutkan bahwa mobil tersebut digunakan untuk kegiatan tidak senonoh. Unggahan ini kemudian diikuti dengan postingan lanjutan di TikTok pada 19 Juni 2024 yang kembali menyerang kehormatan Nella.
Berdasarkan temuan kepolisian, Jovi dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur tentang pencemaran nama baik melalui media elektronik. Jovi diduga dengan sengaja mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap Nella Marsella. Dalam hal ini, korban merasa malu dan dihina, sehingga melaporkan perbuatan Jovi ke Polres Tapanuli Selatan.
Tanggapan Kejagung: Tidak Ada Kriminalisasi
Kejaksaan Agung RI melalui Kapuspenkum, Harli Siregar, membantah adanya upaya kriminalisasi terhadap Jovi Andrea Bachtiar. Harli menegaskan bahwa Kejagung tidak melakukan kriminalisasi terhadap anggotanya, melainkan Jovi sendiri yang telah melakukan tindakan yang melanggar hukum. Harli menjelaskan, “Kejaksaan tidak pernah melakukan kriminalisasi terhadap pegawainya, melainkan yang bersangkutan sendirilah yang mengkriminalisasikan dirinya karena perbuatannya.”
Harli juga menilai bahwa Jovi berusaha membelokkan isu untuk menciptakan kesan bahwa dirinya merupakan korban dari sistem, padahal masalah yang terjadi adalah akibat tindakan pribadi Jovi yang mencemarkan nama baik rekannya, Nella Marsella. “Yang bersangkutan mencoba membelokkan isu yang ada, sehingga masyarakat terpecah pendapatnya di media sosial,” ungkap Harli.
Usulan Pemecatan dan Status PNS
Terkait pelanggaran disiplin, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa selama proses hukum berlangsung, Jovi telah dijatuhi sanksi administratif berupa pemberhentian sementara sebagai PNS, sesuai ketentuan yang berlaku. Di samping itu, Kejaksaan juga mengusulkan agar Jovi diberhentikan secara permanen berdasarkan dua alasan: pertama, tindak pidana yang dilakukan Jovi terkait pencemaran nama baik, dan kedua, pelanggaran disiplin sebagai ASN yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 29 hari berturut-turut.
Proses Hukum di Pengadilan
Saat ini, Jovi Andrea Bachtiar sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dengan tuntutan pidana penjara selama 2 tahun. Selain itu, Jovi terancam hukuman tambahan berupa pemecatan sebagai ASN.
Menurut Harli Siregar, Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini secara internal melalui mediasi dan pembinaan, namun Jovi memilih untuk terus mengalihkan isu ke media sosial dan menyoroti masalah lain. Harli menegaskan, “Kejari Tapsel sudah berupaya untuk melakukan mediasi antara kedua belah pihak, tetapi yang bersangkutan justru memilih untuk memperkeruh keadaan dengan isu-isu yang tidak relevan di media sosial.”
Penangkapan dan Laporan Pencemaran Nama Baik
Peristiwa ini bermula pada 14 Mei 2024, ketika Nella Marsella menerima informasi melalui pesan singkat yang berisi tangkapan layar unggahan Jovi di Instagram. Dalam unggahan tersebut, Jovi mengaitkan Nella dengan tuduhan menggunakan mobil dinas Kejaksaan untuk kepentingan pribadi, bahkan untuk kegiatan yang tidak etis. Nella, yang merasa tercemar nama baiknya, melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya, Kajari Tapsel, dan kemudian pada 25 Mei 2024, ia melapor ke Polres Tapanuli Selatan.
Pada 19 Juni 2024, Nella kembali melihat unggahan serupa di akun TikTok Jovi. Dalam unggahan tersebut, Jovi kembali menuduh Nella menggunakan fasilitas dinas untuk tujuan pribadi. Kejaksaan Agung pun mengambil langkah tegas dengan mengusulkan pemecatan dan memproses kasus ini di ranah hukum.
Ancaman Hukuman
Jovi Andrea Bachtiar terancam dijatuhi hukuman penjara maksimal 6 tahun berdasarkan Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1, serta Pasal 45 Ayat 4 juncto Pasal 27A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat seorang pegawai Kejaksaan yang seharusnya memberikan contoh baik dalam penegakan hukum justru terjerat dalam tindakan yang melanggar norma hukum dan etika profesi. Harapan Kejaksaan Agung adalah agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan menjalankan kewajiban sebagai ASN dengan penuh tanggung jawab. (Red)