Seputar Jagat News. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperluas penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Terbaru, penyidik KPK menyita dua unit rumah yang terletak di Surabaya dan Mojokerto, dengan total nilai mencapai Rp 3,2 miliar.
Penyitaan dilakukan pada Kamis, 19 Juni 2025, dan diumumkan secara resmi oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Jumat (20/6/2025).
“Pada Kamis (19/6/2025), dilakukan penyitaan terhadap dua rumah yang berlokasi di Surabaya dan Mojokerto yang saat ini bernilai kurang lebih sebesar Rp3,2 miliar. Pembelian atas rumah tersebut diduga hasil dari perkara Pokmas,” ujar Budi.
Penyitaan dua rumah ini bukanlah yang pertama dalam rangkaian pengungkapan skandal dana hibah Pokmas Jatim tahun anggaran 2021–2022. Dalam pekan yang sama, tepatnya pada Senin (16/6/2025), KPK juga telah menyita satu bidang tanah dan bangunan senilai Rp 3 miliar, meskipun lokasi persisnya belum diungkap ke publik.
Tak berhenti di situ, pada Selasa (17/6/2025), KPK kembali menyita tiga bidang tanah di wilayah Tuban, Jawa Timur, yang rencananya akan digunakan untuk kegiatan penambangan pasir. Nilai estimasi aset tersebut belum diumumkan, namun penyidik meyakini lahan tersebut berkaitan erat dengan hasil korupsi dana hibah Pokmas.
Kasus korupsi dana hibah ini pertama kali diumumkan oleh KPK pada 12 Juli 2024, dengan 21 orang ditetapkan sebagai tersangka. Dalam pengembangan kasus tersebut, ke-21 tersangka terdiri atas:
- 4 tersangka sebagai penerima suap, yakni 3 penyelenggara negara dan 1 staf penyelenggara negara;
- 17 tersangka sebagai pemberi suap, terdiri atas 15 pihak swasta dan 2 penyelenggara negara.
Skema korupsi yang dibongkar KPK ini diduga melibatkan aliran dana tidak sah dari pihak swasta kepada sejumlah pejabat dan aparat pemerintahan di Jawa Timur melalui mekanisme dana hibah Pokmas. Program yang seharusnya menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat justru disalahgunakan sebagai ladang memperkaya diri.
Langkah penyitaan yang terus dilakukan KPK menunjukkan bahwa penyidik serius dalam menelusuri aliran uang hasil suap, terutama dalam bentuk aset tidak bergerak seperti properti dan lahan tambang. Fokus KPK kini tidak hanya pada aspek pidana personal, tetapi juga pemulihan kerugian negara melalui perampasan aset.
Meski hingga kini belum semua aset dan lokasi diumumkan secara terbuka, KPK memastikan bahwa proses penyidikan akan terus berlanjut, dengan membuka kemungkinan tersangka baru bila ditemukan bukti-bukti tambahan.
Dengan nilai penyitaan yang terus bertambah dan jumlah tersangka yang cukup besar, kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi daerah terbesar di Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir, sekaligus menjadi pengingat bahwa dana hibah masyarakat harus dikelola secara transparan dan akuntabel. (Red)