Jakarta – Seputar Jagat News. Selasa, 19 November 2024. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) memberikan penjelasan terkait penangkapan Hendry Lie, mantan Presiden Direktur PT Sriwijaya Air, yang kini menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk. Kasus ini mencakup periode antara tahun 2015 hingga 2022, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kejaksaan Agung, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Hendry Lie sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi pada 29 Februari 2024. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik menerima informasi dari Otoritas Imigrasi Singapura bahwa Hendry Lie diketahui berada di Singapura sejak 25 Maret 2024.
“Setelah diperiksa sebagai saksi, kami mencoba untuk memanggilnya beberapa kali sebagai tersangka, namun yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan tersebut. Kami kemudian melakukan langkah-langkah hukum untuk mengatasi hal tersebut,” jelas Qohar.
Pencekalan dan Penarikan Paspor
Sebagai langkah awal, Kejagung melakukan pencekalan terhadap Hendry Lie untuk mencegahnya meninggalkan Indonesia. Keputusan pencekalan ini tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung Nomor Kep-043/D/DIP.4/03/2024 yang berlaku selama enam bulan sejak 28 Maret 2024. Selain itu, Kejagung juga mengajukan permohonan pencabutan paspor terhadap Hendry Lie kepada Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM, yang disetujui pada tanggal yang sama.
Pada 15 April 2024, setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, Hendry ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor 27/F.2/FD.2/04/2024. Meskipun telah dipanggil beberapa kali, Hendry tetap tidak memenuhi panggilan tersebut, yang menyebabkan pihak Kejagung mengambil tindakan tegas.
Penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta
Kerja sama antara Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung, jajaran intelijen pada Jamintel Kejagung, dan Atase Kejaksaan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura membuahkan hasil. Hendry akhirnya berhasil ditangkap di Bandar Udara Soekarno-Hatta pada 18 November 2024, sekitar pukul 22.30 WIB, saat yang bersangkutan baru saja tiba dari Singapura menggunakan penerbangan internasional.
Penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Penangkapan Nomor 22/F.2/FD.2/11/2024. Setelah ditangkap, Hendry dibawa ke Gedung Menara Kartika, Jakarta, untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sebagai tersangka. Tak lama setelahnya, Hendry ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk masa penahanan 20 hari ke depan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 54/F.2/FD.2/11/2024.
Tindak Pidana Korupsi dan Kerugian Negara
Menurut Qohar, Hendry Lie berperan sebagai beneficial owner (pemilik yang sebenarnya) PT TIN, yang terlibat dalam pengelolaan timah melalui penyewaan peralatan peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT TIN. Perusahaan tersebut diduga terlibat dalam penyalahgunaan kegiatan penambangan timah ilegal, dengan menerima bijih timah dari CV BBR dan CV SMS, yang sengaja dibentuk untuk menyalurkan hasil tambang ilegal tersebut.
Atas perbuatannya, Hendry diduga bersama dengan 20 tersangka lainnya yang kini tengah menjalani proses persidangan, merugikan negara sebesar Rp300 triliun. Hendry disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021, serta Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penyidikan Lanjutan dan Proses Hukum
Kejaksaan Agung memastikan akan terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap seluruh jaringan dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi ini. “Kami akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam praktek korupsi yang merugikan negara, apalagi dengan kerugian yang sangat besar ini,” tegas Qohar.
Penangkapan Hendry Lie ini merupakan salah satu langkah penting dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor sumber daya alam, khususnya yang melibatkan komoditas strategis seperti timah. Kejaksaan Agung juga berharap agar proses hukum ini dapat memberikan efek jera dan memberikan keadilan bagi negara dan masyarakat Indonesia. (Red)