Jakarta – Seputar Jagat News. Selasa, 25 Februari 2025. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) berhasil melakukan penyitaan uang tunai sebesar Rp 565,3 miliar yang diduga merupakan hasil dari praktik korupsi dalam impor gula pada periode 2015-2016. Penyitaan ini melibatkan sembilan tersangka yang berasal dari kalangan petinggi perusahaan swasta yang terlibat dalam proses impor gula. Uang tersebut disita oleh tim penyidik Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, yang kemudian ditempatkan di rekening penampungan khusus di Bank Mandiri.
Penyitaan dan Rincian Uang yang Disita
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/2), mengungkapkan bahwa total uang yang berhasil disita mencapai Rp 565.339.071.925,25. Uang tersebut berasal dari sembilan tersangka yang merupakan pemimpin perusahaan gula swasta, dengan rincian sebagai berikut:
- Tonny Wijaya NG (Direktur Utama PT Angels Products) – Rp 150.813.450.163,81
- Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo) – Rp 60.991.040.276,14
- Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya) – Rp 41.381.685.068,19
- Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry) – Rp 77.212.262.010,81
- Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur Utama PT Makassar Tene) – Rp 39.249.282.287,52
- Hendrogianto Antonio Tiwon (Direktur PT Duta Sugar Internasional) – Rp 41.226.293.808,16
- Ali Sanjaya B (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas) – Rp 47.868.288.631,28
- Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur) – Rp 74.583.958.290,79
- Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama) – Rp 32.012.811.588,55
Penyitaan uang tersebut dilakukan setelah para tersangka mengembalikannya secara sukarela kepada pihak penyidik.
Kasus Impor Gula yang Merugikan Negara
Kasus ini melibatkan dugaan korupsi dalam impor gula kristal mentah (GKM) dan gula kristal rafinasi (GKR) yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP) untuk kebutuhan konsumsi masyarakat. Pada 2015-2016, Indonesia mengalami kekurangan stok GKP, sehingga menurut ketentuan yang berlaku, hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang boleh mengimpor GKP.
Namun, dalam praktek yang terungkap, Thomas Trikasih Lembong yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, diduga telah memberikan izin kepada sembilan perusahaan swasta untuk mengimpor GKM, yang kemudian diolah menjadi GKP. Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) seolah-olah membeli GKP yang dihasilkan, padahal gula tersebut langsung dijual ke masyarakat oleh perusahaan swasta dengan harga lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).
Abdul Qohar menjelaskan, “Atas persetujuan tersangka Thomas Trikasih Lembong, izin impor GKM diberikan kepada sembilan perusahaan swasta, padahal seharusnya yang diimpor adalah GKP secara langsung untuk menstabilkan harga dan memastikan ketersediaan gula.” Akibat dari pengaturan tersebut, PT PPI hanya menerima fee sebesar Rp 105 per kilogram dari transaksi tersebut, sementara keuntungan yang semestinya menjadi hak negara justru dinikmati oleh perusahaan swasta.
Tindakan Hukum terhadap Tersangka
Dalam perkembangan lebih lanjut, Kejagung telah menetapkan Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dan Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, sebagai tersangka. Keduanya diduga berperan besar dalam memberikan izin yang menguntungkan perusahaan-perusahaan swasta tersebut.
Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang cukup besar, diperkirakan mencapai Rp 400 miliar. Kerugian tersebut berasal dari keuntungan yang seharusnya menjadi hak negara namun dikuasai oleh pihak swasta. Kejagung menilai perbuatan para tersangka ini sebagai pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, serta mengarah pada praktik korupsi yang merugikan kepentingan rakyat banyak.
Penanganan dan Tindak Lanjut Proses Hukum
Penyidikan ini mencakup langkah-langkah tegas dari Kejagung untuk membongkar jaringan korupsi yang melibatkan pejabat publik dan perusahaan swasta. Pihak Kejagung juga berkomitmen untuk terus mengembangkan penyidikan ini hingga tuntas, dengan menindak tegas semua pihak yang terlibat.
“Proses hukum akan berjalan secara transparan, dan Kejagung akan memastikan bahwa setiap individu yang terlibat dalam tindak pidana korupsi ini dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” tegas Abdul Qohar.
Dengan langkah-langkah tegas ini, Kejagung berharap dapat mencegah praktik serupa di masa mendatang dan memastikan agar kerugian negara dapat diminimalisir serta diimbangi dengan penegakan hukum yang adil. (Red)