Jakarta – Seputar Jagat News. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) terus mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pada Senin, 2 Juni 2025, Tim Jaksa Penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) memeriksa enam orang saksi penting dalam kasus yang melibatkan sejumlah pejabat peradilan dan korporasi besar.
Salah satu tersangka utama dalam kasus ini adalah Wahyu Gunawan (WG), panitera muda di PN Jakarta Utara. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap enam saksi ini berkaitan langsung dengan penyidikan dugaan korupsi yang menyeret nama WG dan sejumlah pihak lainnya.
Identitas Saksi yang Diperiksa
Enam saksi yang diperiksa pada hari itu terdiri dari berbagai latar belakang institusi, antara lain:
- ES, panitera muda bidang perdata di PN Jakarta Pusat
- SH, mantan Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan periode 2018–2024
- Tian Bahtiar, eks Direktur Pemberitaan JAK TV
- LWP, Fungsional Tertentu Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda di Biro Hukum Kementerian Perdagangan
- DDP, istri dari tersangka Wahyu Gunawan
- ISN, Manajer Pajak PT JOI
Sebelumnya, Kejagung juga telah memeriksa hakim PN Jakarta Pusat berinisial HS dan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta berinisial HM, yang juga sempat diperiksa pada April 2025.
Keterlibatan Korporasi Besar dan Vonis Lepas
Kasus ini mencuat setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 memutuskan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) terhadap tiga korporasi besar: Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Perdata Hijau Group. Meskipun terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, hakim menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, sehingga para korporasi tersebut dilepaskan dari semua dakwaan.
Putusan tersebut menimbulkan kecurigaan, yang kemudian diikuti dengan langkah Kejagung menetapkan delapan orang tersangka, empat di antaranya merupakan hakim, yakni:
- Djuyamto
- Agam Syarif Baharuddin
- Ali Muhtarom
- Arif Nuryanta, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat
Para hakim tersebut diduga menerima suap dan bersekongkol untuk memastikan ketiga korporasi tersebut divonis lepas dan bebas dari tuntutan hukum.
Pemeriksaan Tambahan dan Dugaan Intervensi Putusan Banding
Tak hanya di tingkat PN, Kejagung juga menelusuri proses banding atas kasus perdata yang dimenangkan oleh pihak korporasi. Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Herri Swantoro, turut diperiksa terkait administrasi putusan banding perkara nomor 220/PDT/2025/PT DKI, yang menjadi salah satu pertimbangan dalam vonis lepas di tingkat pertama.
Putusan banding itu memerintahkan pemerintah untuk membayar ganti rugi sebesar Rp947,3 miliar kepada lima anak perusahaan Wilmar Group, yaitu:
- PT Wilmar Nabati Indonesia
- PT Multimas Nabati Asahan
- PT Sinar Alam Permai
- PT Multi Nabati Sulawesi
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia
Kelima perusahaan tersebut menggugat pemerintah karena mengklaim mengalami kerugian akibat kebijakan dalam penanganan kelangkaan minyak goreng pada tahun 2021.
Pemeriksaan Pihak Korporasi
Kejagung juga telah memeriksa sejumlah pejabat korporasi terkait kasus ini, di antaranya:
- SMA, Manager Litigasi PT Wilmar
- MBHA, Head Corporate Legal PT Wilmar
- WK, staf PT Wilmar Nabati Indonesia
- DMBB, Head Legal PT Permata Hijau Palm Oleo
Kasus ini menjadi perhatian publik karena memperlihatkan dugaan sistematisnya praktik suap dan gratifikasi yang melibatkan aparat peradilan dan pelaku bisnis besar. Kejagung menyatakan akan terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam dugaan persekongkolan yang merugikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia. (Red)