Jakarta – Seputar Jagat News. Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mencabut permohonan pencegahan ke luar negeri terhadap Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono. Padahal sejak 14 November 2025, Victor telah dicegah bepergian ke luar negeri sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi perpajakan periode 2016–2020.
Kabar pencabutan cekal tersebut dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna. Saat dikonfirmasi pada Sabtu (29/11/2025), Anang menyatakan pencabutan dilakukan atas pertimbangan penyidik.
“Benar, terhadap yang bersangkutan telah dimintakan pencabutan (pencegahan ke luar negeri),” ujar Anang.
Meski demikian, Anang belum memerinci alasan mendalam di balik keputusan tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa Victor menunjukkan sikap kooperatif selama proses hukum berlangsung.
“Dikarenakan menurut penyidik yang bersangkutan kooperatif,” lanjutnya.
Mantan Kajari Jakarta Selatan itu juga tidak memberikan informasi soal waktu pasti pencabutan cekal dilakukan, termasuk apakah Victor telah diperiksa dalam penyidikan kasus tersebut.
Sebelumnya, Kejagung mengajukan pencegahan ke luar negeri bagi lima orang terkait dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan manipulasi kewajiban perpajakan perusahaan pada 2016–2020. Dua di antaranya adalah mantan Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, serta Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono.
Daftar nama yang dicegah disampaikan oleh Plt Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman, yang menjelaskan bahwa permohonan cekal berasal dari Kejagung. Pencegahan berlaku sejak 14 November 2025 untuk jangka waktu enam bulan.
Lima nama yang dicegah tersebut ialah:
- Ken Dwijugiasteadi – Mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan
- Victor Rachmat Hartono – Direktur Utama PT Djarum
- Karl Layman
- Heru Budijanto Prabowo
- Bernadette Ning Dijah Prananingrum
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, membenarkan bahwa kelima orang tersebut dicegah untuk mendukung penyidikan.
“Benar, Kejaksaan Agung sudah meminta pencekalan terhadap beberapa pihak tersebut dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak pada 2016–2020 oleh oknum/pegawai pajak,” jelas Anang.
Ia menambahkan bahwa status kelimanya adalah saksi.
Kejagung saat ini tengah mendalami dugaan suap terkait manipulasi kewajiban perpajakan oleh seorang oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penyidik menduga terjadi praktik memperkecil nilai pajak perusahaan dengan imbalan tertentu kepada oknum bersangkutan.
“(Modusnya) memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak 2016–2020 oleh oknum pegawai pajak,” ujar Anang.
Ia belum mengungkap identitas perusahaan wajib pajak yang diduga terlibat. Namun ia menegaskan bahwa terdapat kompensasi berupa suap agar nilai pajak yang harus dibayar menjadi lebih kecil.
“Ada kesepakatan dan ada pemberian itu, suaplah. Memperkecil (pembayaran pajak) dengan tujuan tertentu terus ada pemberian,” jelasnya.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, meski Kejagung masih menahan diri untuk membeberkan rangkaian fakta lengkap dan pihak-pihak yang diduga memiliki peran lebih jauh. (MP)





