Jakarta — Seputar Jagat News. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) membantah keras kabar yang menyebut mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah ditetapkan sebagai buronan atau masuk daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbud Ristek periode 2019–2022.
Kabar yang menyebar luas di media sosial itu sempat menghebohkan publik. Salah satu unggahan dari akun @4ris_budiman bahkan menyertakan narasi bahwa penyidik Kejagung bersama TNI telah menggeledah apartemen Nadiem.
Namun Kejagung langsung memberikan klarifikasi tegas.
“Wah tidak benar. Saya kira berita itu tidak terkonfirmasi dengan baik ya. Jadi tidak benar,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan pada Senin (2/6/2025).
Harli menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan langsung kepada penyidik di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dan hasilnya menyebut bahwa Nadiem Makarim belum pernah dipanggil, apalagi ditetapkan sebagai DPO.
“Saya sudah cek ke penyidik. Yang bersangkutan (Nadiem) belum pernah dipanggil dalam proses penyidikan ini, apalagi DPO. Jadi itu tidak benar,” tegas Harli.
Meski membantah keterlibatan Nadiem, Kejagung membenarkan bahwa mereka sedang mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbud Ristek. Nilai anggaran proyek ini tidak main-main — mencapai hampir Rp 10 triliun dalam kurun waktu 2019 hingga 2022.
Kejagung telah menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, sebagaimana diungkap Harli Siregar pada Senin (26/5/2025).
Kasus ini berawal dari program digitalisasi pendidikan yang digagas Kemendikbud Ristek pada tahun 2020. Pemerintah saat itu merencanakan pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), termasuk laptop berbasis Chromebook, untuk digunakan dalam pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dari tingkat dasar hingga atas.
Namun dalam prosesnya, terjadi kejanggalan. Kajian awal tim teknis merekomendasikan sistem operasi (OS) Windows, berdasarkan pengalaman pengadaan pada tahun 2018–2019 yang dinilai tidak efektif akibat keterbatasan jaringan internet. Meskipun demikian, kajian tersebut tiba-tiba diganti dengan kajian baru yang mendorong penggunaan OS berbasis Chromebook.
“Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya,” kata Harli.
Dari total Rp 9,98 triliun anggaran pendidikan dalam periode 2019–2022, sebesar Rp 3,58 triliun dialokasikan untuk pengadaan peralatan TIK, dan Rp 6,39 triliun untuk Dana Alokasi Khusus (DAK).
Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, Kejagung menduga telah terjadi persekongkolan atau permufakatan jahat dalam proyek ini. Salah satu modus yang dilakukan adalah mengarahkan tim teknis baru untuk menggunakan spesifikasi Chromebook, meskipun kebutuhan di lapangan tidak mendukung penggunaannya secara efektif, terutama di wilayah dengan koneksi internet yang terbatas.
“Penggunaan laptop Chromebook ini bukan atas dasar kebutuhan riil peralatan TIK untuk AKM dan kegiatan belajar mengajar,” jelas Harli.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka maupun DPO. Namun penyidikan terhadap kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbud Ristek terus bergulir.
Kejagung mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpancing oleh narasi yang belum terverifikasi di media sosial, serta menegaskan komitmen untuk menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan sesuai prosedur hukum.
“Kami harap publik tetap tenang dan menunggu proses hukum yang sedang berjalan,” tutup Harli. (Red)