Kabupaten Sukabumi – Seputar Jagat News. Minggu, 22 Desember 2024. Kasus dugaan korupsi dalam penanganan COVID-19 di RSUD Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung, kembali mencuat ke permukaan dengan adanya informasi terbaru mengenai sumber dana yang digunakan untuk mengganti kerugian negara. Informasi yang dihimpun oleh Tim Media Seputarjagat News menyebutkan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2024, diduga disalahgunakan untuk menutupi kerugian negara akibat praktik korupsi dalam penanganan COVID-19.
Korupsi, yang dikenal sebagai tindak pidana luar biasa atau extraordinary crime, memiliki dampak yang sangat merusak tatanan pemerintahan dan ekonomi negara. Dalam pengertian hukum, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah dengan melanggar kewajiban hukum. Praktik korupsi, yang tergolong dalam kejahatan kerah putih (white-collar crime), dapat berimbas pada merosotnya kepercayaan publik terhadap institusi negara dan merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Sumber yang dihimpun dari sejumlah pihak di Kabupaten Sukabumi mengungkapkan bahwa sekitar Rp 35 miliar yang diperuntukkan bagi pengadaan Alkes dan IPAL melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2024, diduga terlibat dalam skema pengembalian kerugian negara yang timbul akibat kasus korupsi COVID-19. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 5 miliar diduga digunakan untuk menutupi kerugian negara, dengan komitmen fee yang mencapai 30% dari nilai pengadaan tersebut.
Menurut informasi yang diberikan oleh Kadinkes Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, SKM, M.Msi, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan Alkes, Yayat Suhayat, SKM, SIP, MM, dana tersebut digunakan untuk mengganti kerugian negara dalam kasus COVID-19. Hal ini disampaikan oleh keduanya kepada seorang penyedia berinisial “U” yang bermaksud mengikuti proses kompetisi pengadaan E-katalog Alkes dan IPAL untuk tahun 2024 di RSUD Palabuhanratu.
Lebih lanjut, “U” mengungkapkan bahwa Agus Sanusi dan Yayat Suhayat menyatakan bahwa keputusan tersebut adalah instruksi langsung dari Bupati Sukabumi, M.H. (inisial), sebagai bentuk komitmen kepada bawahannya, termasuk terkait seorang mantan narapidana kasus Surat Perintah Kerja (SPK) bodong, Saeful Ramdan SKM, yang baru saja bebas dan kembali terlibat dalam kasus COVID-19 serta kini kembali menjalani masa penahanan.
Informasi ini memunculkan sejumlah pertanyaan yang semakin mengundang perhatian publik, di antaranya: Apakah Bupati Sukabumi, M.H., terlibat dalam kasus ini? Mengapa Bupati begitu antusias memberikan instruksi kepada Kadinkes untuk menggunakan dana tersebut dalam rangka menutupi kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah pihak di RSUD Palabuhanratu?
Seorang praktisi hukum yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan kekhawatirannya terkait langkah pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus ini. Menurutnya, pengembalian kerugian negara sering kali dijadikan pertimbangan untuk memperoleh vonis yang lebih ringan. “Namun, yang menjadi masalah adalah jika dana yang digunakan untuk menutupi kerugian negara tersebut berasal dari uang negara lagi, hal ini jelas menunjukkan adanya penyalahgunaan dana yang sangat serius,” tegasnya.
Dia juga menambahkan bahwa, meskipun pengembalian kerugian negara merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keputusan hakim, menggunakan uang negara untuk tujuan tersebut, khususnya jika dana tersebut berasal dari alokasi yang semestinya digunakan untuk kepentingan publik, sangat merugikan dan berpotensi memperburuk citra pengelolaan anggaran negara. Praktik semacam ini, kata dia, menciptakan konflik kepentingan yang merusak integritas sistem hukum dan pemerintahan.
Kasus ini pun semakin memicu pertanyaan mengenai sejauh mana transparansi dalam pengelolaan anggaran negara dan akuntabilitas pejabat publik terkait. Jika dugaan ini terbukti benar, maka akan menjadi pelajaran penting mengenai perlunya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana negara, terutama yang bersumber dari alokasi khusus seperti DAK. Masyarakat pun menanti perkembangan lebih lanjut mengenai apakah pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Sampai berita ini diterbitkan, awak media belum dapat menghubungi Bupati Sukabumi terkait permasalahan ini. (Hasan)